Ir Kadi Liutama Tutup Usia, Kesan Jeka terhadap Insinyur dan Entrepreneur Sejati Itu

Bagikan

 Ir Kadi Liutama Tutup Usia, Kesan Jeka terhadap Insinyur dan Enterpreneur Sejati Itu
Kenangan Jeka (berdiri) bersama alm. Pak Liu, Foto: Dok. Jeka

Jakarta (28/2/2021): Banyak yang belum tahu, siapakah lima orang Insinyur Elektro lulusan perdana dari cikal bakal Institut Teknologi Bandung ? Dulu namanya masih Universitas Indonesia. Mereka adalah Sjaban Ardisasmita, The Un Kiat, Suharman Doelhalim, Lioe King Djoe, dan Kwee Swan Tie.

Lioe King Djoe nama kecil Ir Kadi Liutama, founder yang berhasil membangun perusahaan dari kecil menjadi kakap. GAE bendera perusahaan itu. Johannes Kitono alias Jeka, menerima kabar bahwa tepat satu jam sesudah etnis Tionghoa menutup perayaan Tahun Baru Imlek atau Sin Cia di hari Cap Go Meh, Lioe King Djoe meninggal dunia.

Jeka yang rajin menulis ini punya kesan terhadap Lioe yang juga disapa Pak Liu. Inilah kesan Jeka tersebut yang dituangkan dalam tulisannya:

Hari Sabtu (27/2/2021) keluarga besar Liutama dan PT Guna Elektro ( GAE ) berduka. Tepat satu jam sesudah etnis Tionghoa menutup perayaan Tahun Baru Imlek atau Sin Cia di hari Cap Go Meh, yaitu persis jam 01.00 pagi di hari Sabtu, 27 Pebruari 2021, Bp Ir Petrus Kadi Liutama, Founder dan Chairman PT GAE Group sudah dijemput para malaikat Tuhan untuk dibawa ke surga. Tugasnya di dunia sudah selesai dan pasti bisa dilanjutkan oleh anak cucunya.

Terlahir sebagai Lioe King Djoe di Juwana, kota kecil di pesisir utara Jawa pada tahun 1926 dari keluarga pedagang. Tidak disebutkan bagaimana love story-nya pada tahun 1953 beliau  menikah dengan Ibu Hana Prasetio, yang merupakan kembang top  dari kota Ujungpandang dan memiliki tiga orang  anak: Ratna (alm) + Sarwono (menantu), Tiwan, Titik dan 7 orang cucu yang sudah selesai kuliah serta tentu sudah siap melanjutkan usaha yang dirintisnya.

Gelar insinyur di depan namanya tentu saja sangat istimewa dan memiliki nilai sejarah. Ir Kadi Liutama adalah salah satu dari 5 orang insinyur elektro yang pertama dari ITB yang dulu  masih bernama Universitas Indonesia.

 Ir Kadi Liutama Tutup Usia, Kesan Jeka terhadap Insinyur dan Enterpreneur Sejati Itu
RIP Ir Kadi Liutama

Insinyur dan Enterpreneur Sejati

Dua tahun lalu (12/10/2019) ketika memasuki ruang kerjanya  di atas meja kelihatan tumpukan bilyet giro dan cek yang harus ditandatangani.

Bukan main, biarpun sudah pensiun dari kegiatan bisnis pada saat berusia 60 tahun, tapi Pak Liu, panggilan akrabnya di kalangan karyawan, rupanya tidak bisa diam dan hampir setiap hari masih mampir sebentar di off  di jalan Arjuna Selatan no 50, Jakarta Barat.

GAE yang didirikannya pada 1962  di jalan Hayam Wuruk, Jakarta, dengan 4 orang staf, sekarang sudah menjadi perusahaan nasional terkemuka dan bisa melewati ulang tahun ke-59 pada 31 Januari 2021. Mempunyai pabrik di Lippo Cikarang, Semarang dan Surabaya dengan beberapa ribu karyawan yang tidak di PHK walaupun terjadi kemerosotan ekonomi saat pandemi. Pak Liu sungguh seorang insinyur yang mempunyai sifat enterpreneurship sejati, sangat memperhatikan karyawan sehingga  dihormati oleh para karyawan dan teman-teman pengusahanya.

Dan GAE yang bergerak di bidang Fabrikasi dan Engineering, memproduksi peralatan listrik dan dulu distributor Olympiade, mesin tik listrik yang populer sebelum era laptop dan  komputer. Di GAE selain LTO (Labour Turn Over) nya rendah dan selalu adaptasi serta update dengan  teknologi.

Pernah partner sama AEG – TELEFUNKEN, perusahaan raksasa dari Jerman sehingga tidak heran di belakang PT Guna Elektro, selalu ada ( GAE ). Suatu branding nama yang prima, gampang diingat seperti GE, perusahaan peralatan listrik yang sudah menggurita di dunia.

Now, P Liu tentu lega karena sudah terjadi regenerasi di grup GAE. Presdirnya Sarwono, menantu dan suami alm B Ratna, anak sulungnya, kemudian Tiwan dan Titik kedua anaknya sebagai komisaris dan direksi. Sisanya tentu adalah  para profesional yang sudah teruji kesetiaannya.

 Ir Kadi Liutama Tutup Usia, Kesan Jeka terhadap Insinyur dan Enterpreneur Sejati Itu
Aktivitas produksi GAE, Foto: gae.id

Asisten Profesor Belanda

Setamat Mulo beliau meneruskan kuliahnya di TH (Technische Hogeschool) di Bandung, semacam college pada zaman sesudah perang dunia kedua. Kemudian TH dijadikan Fakultas Tehnik – Universitas Indonesia yang  merupakan cikal bakal ITB, yang diresmikan Bung Karno pada tahun 1959.

Bisa jadi banyak yang belum tahu bahwa ada 5 (lima) orang  Insinyur Elektro  lulusan  perdana dari cikal  bakal ITB, yaitu :
1. Sjaban Ardisasmita
2. The Un Kiat
3. Suharman Doelhalim
4. Lioe King Djoe
5. Kwee Swan Tie.

Insinyur generasi now tentu jarang mendengar nama kelima tokoh legendaris itu karena beda generasi. Tapi nama mereka pasti sudah terukir wangi di sejarah almamaternya. Saat itu  koran bahasa Belanda menulis bahwa kampus ini telah menghasilkan 5 orang Insinyur Elektro pertama asal Indonesia, yang lulus  sesudah perang dunia II.

Baca Juga :  Kemendagri Sampaikan Pentingnya Beragam Indeks Pengukuran untuk Tingkatkan Kinerja Pemda

Di antara kelima lulusan perdana itu satu satunya yang tersisa, namun kemarin telah meninggal (1926-2021), adalah  Lioe King Djoe lebih dikenal sebagai  Ir Kadi Liutama di kalangan pengusaha.

Saat lulus (1950) dekannya adalah  Prof.DR.IR.G.Niesten, tentu asli dari  Holland. Dan Pak Liu yang kuat di matematik pernah jadi asisten pembimbing di Nature Lab ITB yang wajib dikunjungi oleh mahasiswa. Tentu saja alm B.J.Habibie yang sempat kuliah di ITB tahu dosen itu. Sebelum melanjutkan pendidikan di Jerman, Habibie yang kelahiran Parepare itu sempat mengambil kuliah Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik ITB, pada tahun 1954. Namun, hanya beberapa bulan di ITB, ia memutuskan untuk meneruskan pendidikan ke Jerman.

“Saya hanya kuat di matematik, sering dapat angka 10 dan soal bahasa biasa-biasa asal bisa lulus saja “, katanya merendah. Benarkah ?

Ternyata menurut Tiwan Liutama anaknya, papinya menguasai lima bahasa asing, seperti : Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Mandarin. Tentu saja bahasa Jawa, Sunda dan bahasa Indonesia. Ayo, alumni ITB, jangan mau  kalah sama senior !!!

Asal tahu saja mahasiswa di zaman kuda gigit besi itu kalau mau lulus harus menguasai minimum empat bahasa asing, yaitu:  Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis.

Dan ada keunggulan Pak Liu di bahasa  dibanding dengan mahasiswa lainnya, yaitu beliau bisa bahasa Mandarin yang umumnya tidak dikuasai mahasiswa lain khususnya non Tionghoa. Dan bahasa Mandarin ini dipelajarinya secara otodidak. Hebat bukan?

Ibu Hana, isterinya yang tamatan HBS juga bisa bahasa Mandarin. Now ibu Hana berusia 92 th dan hanya terpaut dua tahun dengan Pak Liu.

Ketika disampaikan bahwa P Liu yang dilahirkan di tahun Macan biasanya kurang cocok (ciong) dengan Naga yang merupakan shio  Ibu Hana, beliau hanya tersenyum.

Dan mungkin tidak ada yang percaya bahwa dalam usia 92 tahun Ibu Hana masih ingin naik ke gunung Himalaya.
” Sayang tidak ada yang menemani untuk mencapai impian saya “, katanya kepada Jeka yang duduk disamping Tiwan, anaknya di rumah duka.

Sungguh hebat oma yang sudah memiliki tujuh orang cucu. Semangatnya benar-benar seperti Naga. Ternyata shio Naga dan Macan di keluarga ini tidak ada masalah, toh sampai usia  kepala sembilan keduanya masih akur-akur saja.

Tentu saja beliau happy sekali tatkala Daniel Liutama, cucunya yang belajar bahasa di Kuangchow, China kembali ke Jakarta dan bisa bicara bahasa Mandarin sama kung kung dan pho pho-nya.

Jadi apa kesannya ketika masih jadi mahasiswa Fakultas Teknik Elektro  di Bandung? Sebagaimana mahasiswa pada umumnya pasti happy-happylah jawabnya sambil ketawa.

Pada usia 89 tahun masih main valas dan tentu sering untung sebab kalau rugi pasti di-stop anaknya. Hitung-hitung melatih kemampuan otak matematiknya biar tidak pikun, pikirnya. Kita tentu ingin tahu apa rahasia atau resep panjang umurnya.

Beliau hanya tersenyum dan tidak  menjawab pertanyaan tersebut. Kemana-mana hanya pergi berdua dengan Ibu Hana, istrinya. Dan setiap week end anak mantunya dengan setia bergantian menemani lunch atau dinner dengan  orang tuanya.

Ketika diminta pesannya untuk generasi muda jawabnya normatif saja. “Disiplin, kerja keras, jujur dan hidup sederhana,” katanya.

Beberapa minggu sebelum wafat Pak Liu masih sering menelpon Tiwan saat main pingpong dan menanyakan ice cream Vanilla kesukaannya. “Tenang papi, ice cream-nya pasti dibawa kesana hari ini. Now, masih pingpong sama Jeka dan lagi kalah nih, nanti ditelpon lagi yah…” jawab Tiwan ke papinya yang ketawa ketika mendengar anaknya kalah.

 Ir Kadi Liutama Tutup Usia, Kesan Jeka terhadap Insinyur dan Enterpreneur Sejati Itu
ITB, Foto: Istimewa

Now, Pak Liu pasti sedang menikmati ice cream vanilla di Surga sambil tersenyum melihat anak cucunya sibuk bersama Romo Andang melakukan Misa Requiem yang dihadiri anak cucu, kerabat serta karyawannya. Dan sesuai amanah P Liu semasa hidup yang minta dikremasi, upacaranya akan dilaksanakan di Grand Heaven pada hari Minggu, 28/02/2021.

Selamat jalan Pak Liu dan RIP di Surga, Amin. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait