Beberapa waktu lalu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Jakarta. Pada kesempatan itu, Nova melobi orang nomor satu di negeri ini untuk membeli komoditi kopi Gayo dan Presiden Joko Widodo pun memberikan respon positif dengan berjanji akan membeli komoditas unggulan Dataran Tinggi Gayo melalui skema BUMN ataupun swasta.
Selama pandemi Covid-19, salah satu kopi terbaik di dunia itu tidak dapat terjual dan nilainya mencapai Rp 800 miliar. Kini kopi tersebut tertimbun di Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues. Kopi Gayo, selama ini dikirim melalui jalur darat. Dengan adanya kondisi pandemi Covid-19, pengiriman kopi pun menjadi terhambat. Sementara musim panen kembali datang dan kini barangnya semakin menumpuk.
Wajar, jika nilai kopi Gayo yang tertimbun akibat pandemi Covid-19 nilainya mencapai hampir satu triliun. Karena produksi kopi ini per tahunnya mencapai 20 persen dari produksi kopi nasional. Tahun 2019, produksi biji kopi Gayo dari dua kabupaten saja, yakni Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah di atas 70.000 ton.
Sebagai ilustrasi, produksi sebanyak 15.000 Ton saja dengan harga Rp. 80.000,- /kg = 15.000.000 x 80.000 = Rp. 1.200.000.000.000,- ( 1,2 Triliun). Dengan jumlah produksi kopi yang tinggi, tentu ini menjadi potensi bagi angkutan udara kargo. Dengan jumlah barang sebanyak itu, dibutuhkan ribuan kali penerbangan kargo untuk mengangkutnya, sehingga ini menjadi peluang bagi maskapai yang ingin ekspansi penerbangan kargo di daerah itu. Apa lagi di tengah kondisi pandemi, penerbangan penumpang masih dibatasi untuk meminimalisir penularan Covid-19, sehingga penerbangan kargo adalah solusi tepat di tengah pandemi.
Untuk mendukung dan mengakomodir angkutan udara kargo di daerah tersebut terdapat sebuah bandara yang berada di Kabupaten Bener Meriah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, yaitu Bandara Rembele dengan runway sepanjang 2.250 meter x 30 meter dan PCN = 48/F/C/Y/T yang sudah dapat didarati oleh pesawat Boeing jenis 737-500.
Bandara yang diresmikan pada tahun 2016 oleh Presiden Joko Widodo tersebut dibangun tidak hanya untuk memudahkan akses masyarakat Dataran Tinggi Gayo saja yang ingin keluar masuk daerah itu serta wisatawan. Bandara Rembele, juga dibangun untuk memudahkan pendistribusian komoditi unggulan daerah tersebut. Karena selain kopi, Gayo memiliki komoditi unggulan hortikultura, salah satunya adalah Jeruk Keprok Gayo.
“Bandara Rembele memiliki runway sepanjang 2.250 meter x 30 meter dan PCN = 48/F/C/Y/T sehingga dapat didarati pesawat Boeing jenis 737-500,” ujar Kepala Bandara Rembele, Faisal.
Tentu hal ini menjadi menarik. Dengan besarnya potensi kopi Gayo yang menjadi magnet bagi daerah itu dan untuk maskapai yang ingin melayani angkutan kargo di Rembele, mengingat Bandara Kualanamu diproyeksikan akan menjadi hub airport untuk angkutan kargo di wilayah Sumatera, sementara Bandara Rembele adalah bandara pengumpan untuk Kualanamu.