Sejarah Hari Lahir Pancasila: Dicetuskan oleh Soekarno, Dilarang Pada Era Soeharto

Bagikan

Sejarah Hari Lahir Pancasila: Dicetuskan oleh Soekarno, Dilarang Era Soeharto

Jakarta (1/6/2024): Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Momentum ini menjadi hari libur nasional untuk menghargai perjuangan para tokoh kemerdekaan dalam merancang dasar negara Indonesia, yakni Pancasila.

Lantas bagaimana sejarah Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni?

Sejarah Hari Lahir Pancasila

Peringatan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni tak luput dari peran Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang pertama BPUPKI digelar untuk merancang dasar negara Indonesia, pada 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945 silam. Acara tersebut berlangsung di gedung Chuo Sangi In yang terletak di Jalan Pejambon 6, Jakarta. Saat ini, gedung itu dikenal sebagai Gedung Pancasila.

Sidang tersebut awalnya tidak langsung menelurkan dasar negara. Baru pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato gagasan dasar negara Indonesia merdeka sebagai Pancasila.  Semula pidato yang disampaikan Soekarno itu belum memiliki judul. Namun mantan ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat menamakannya sebagai “Lahirnya Pancasila”.

Setelah Soekarno berpidato, isi gagasan yang ada di dalamnya pun diterima oleh para anggota BPUPKI pada 1 Juni 1945. Kemudian, Pancasila disahkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kata Pancasila sendiri diambil dari bahasa Sansekerta, “Panca” berarti lima dan “Sila” yang berarti dasar atau asas.

Kesaksian Bung Hatta Lewat Wasiat

Cerita mengenai pidato Soekarno yang menjadi ide utama lahirnya Pancasila itu diceritakan Mohammad Hatta atau Bung Hatta dalam wasiatnya. Dilansir dari Kompas.com, wasiat yang ditandatangani 16 Juni 1978 tersebut ditujukan kepada putra pertama Soekarno dan Fatmawati, Guntur Soekarnoputra.

Dalam wasiatnya, Bung Hatta memulai dengan cerita ketika Radjiman Wedyodiningrat yang merupakan Ketua BPUPKI mempertanyakan dasar negara Indonesia. “Dekat pada akhir bulan Mei 1945, dr. Radjiman, Ketua Panitia Penyelidikan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, membuka sidang Panitia itu dengan mengemukakan pertanyaan kepada rapat: ‘Negara Indonesia merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?’,” tulis Bung Hatta. Saat itu, kebanyakan anggota rapat tidak berani menjawab pertanyaan Radjiman karena takut menimbulkan persoalan filosofi yang berkepanjangan.

Namun, Soekarno menjawab pertanyaan tersebut dengan menyampaikan pidatonya berjudul “Lahirnya Pancasila” pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato Bung Karno ini mengemukakan bahwa Pancasila yang memuat lima sila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Bung Hatta mengatakan, pidato Soekarno menarik perhatian para anggota panitia dan kemudian disambut tepuk tangan riuh hadirin sidang. “Sesudah itu sidang mengangkat suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang diucapkan Bung Karno,” tulis Bung Hatta.

Adapun Panitia Kecil tersebut terdiri dari 9 orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Setelah itu, 9 panitia ini mengubah susunan Pancasila dan menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Sila kedua, yang dalam rumusan Bung Karno disebut Internasionalisme atau perikemanusiaan diganti dengan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ketiga, sila Kebangsaan Indonesia diganti dengan Persatuan Indonesia. Sila keempat, Mufakat atau Demokrasi diganti dengan sila Kerakyatan. Terakhir, sila kelima yang oleh rumusan Bung Karno disebut Keadilan Sosial diganti dengan sila Kesejahteraan Sosial.

Baca Juga :  Menparekraf Jajaki Kolaborasi Gelar Konser Musik Skala Dunia Dengan Pemerintah Singapura

Perubahan rumusan Pancasila oleh Panitia 9 ini diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 22 Juni 1945 dan diberi nama “Piagam Jakarta”. Kemudian, “Piagam Jakarta” dijadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga Pancasila dan UUD menjadi dokumen negara pokok.

“Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang sudah menjadi satu Dokumen Negara itu diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan sedikit perubahan,” tulis Hatta.

Adanya sedikit perubahan yang dimaksud Bung Hatta yakni menghilangkan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penduduknya” pada sila pertama Pancasila. “Sungguhpun 7 perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja. Pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia Timur berkeberatan kalau 7 kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok daripada pokok dasar Negara kita sehingga menimbulkan kesan, seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam,” bunyi wasiat Hatta.

Berdasarkan kesaksian Bung Hatta yang dituangkan dalam wasiat itu, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila karena pada tanggal tersebut Bung Karno pertama kali mencetuskan Pancasila dalam pidatonya.

Soekarno Minta Peringatan Hari Lahir Pancasila Setiap 1 Juni

Bertepatan dengan hari ulang tahun ke-19 Pancasila, tepatnya pada 1 Juni 1964, Presiden Soekarno meminta diadakannya acara peringatan Hari Lahir Pancasila. Soekarno saat itu menuntut peringatan tersebut karena menilai banyak orang mulai menyelewengkan Pancasila.

Peringatan Hari Lahir Pancasila pertama pada 1 Juni 1964 dimulai dengan upacara kenegaraan di Istana Merdeka. Acara tersebut mengusung slogan Pancasila Sepanjang Masa. Pada acara itu, Soekarno menguraikan kembali rumusan Pancasila berikut dengan kelima silanya. Presiden Pertama RI ini kali terakhir memperingati Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 1966, sebelum lengser dari jabatannya.

Peringatan Hari Lahir Pancasila Dilarang pada Era Soeharto

Presiden Soeharto mengambil alih posisi kepala negara dan pemerintahan dari Soekarno setelah tragedi G30S/PKI meletus pada 1965. Ia juga menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila untuk memperingati keberhasilannya menggagalkan peristiwa yang dianggap sebagai kudeta tersebut.

Soeharto sempat memperingati Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 1967 dan 1968. Namun, Presiden Kedua RI ini melarang peringatan Hari Lahir Pancasila mulai tahun 1970 melalui Komando Operasi Pemulihan dan Ketertiban (Kopkamtib). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya Soeharto untuk menghapus warisan kepemimpinan era Soekarno.

Kemudian pada 1 Juni 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 untuk kembali menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Mulai tahun 2017, setiap 1 Juni ditetapkan sebagai hari libur nasional atau tanggal merah untuk memperingati Hari Lahir Pancasila. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait