
Jakarta, Nusantara Info: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menetapkan kebijakan penghematan terhadap 15 jenis belanja kementerian/lembaga (K/L) pada 2026. Langkah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN.
Kebijakan ini menjadi kelanjutan dari efisiensi anggaran yang telah dilakukan pada 2025, dengan tujuan mengarahkan dana negara untuk program yang lebih prioritas dan berdampak langsung pada masyarakat.
“Besaran efisiensi anggaran belanja untuk masing-masing kementerian/lembaga ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari besaran belanja per item per jenis belanja,” tulis Pasal 3 ayat (2) PMK tersebut.
15 Pos Belanja yang Dipangkas
Daftar belanja yang akan dihemat di tahun 2026 meliputi:
- Alat tulis kantor
- Kegiatan seremonial
- Rapat, seminar, dan sejenisnya
- Kajian dan analisis
- Diklat dan bimtek
- Honor output kegiatan dan jasa profesi
- Percetakan dan souvenir
- Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
- Lisensi aplikasi
- Jasa konsultan
- Bantuan pemerintah
- Pemeliharaan dan perawatan
- Perjalanan dinas
- Peralatan dan mesin
- Infrastruktur
Item tersebut identik dengan daftar penghematan tahun ini, sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Namun, Sri Mulyani belum merinci persentase efisiensi yang harus dipenuhi K/L.
Setelah menerima besaran efisiensi yang ditetapkan Kemenkeu, setiap K/L wajib mengidentifikasi pos-pos yang akan dipangkas. Usulan revisi anggaran ini akan dibahas bersama DPR RI.
Jika disetujui Kemenkeu, anggaran tersebut akan diblokir dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), yang memuat pagu efektif dan pagu yang diblokir. Blokir ini dapat dibuka jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi:
- Untuk belanja pegawai, operasional kantor, tugas pokok, dan pelayanan publik
- Untuk kegiatan prioritas Presiden Prabowo Subianto
- Untuk kegiatan yang menambah penerimaan negara
Efisiensi atau Sekadar Penundaan?
Meski kebijakan ini diklaim sebagai langkah efisiensi, sejumlah pengamat fiskal menilai bahwa pemangkasan item belanja seperti perjalanan dinas dan rapat seringkali hanya bersifat penundaan, bukan penghapusan permanen. Hal ini berpotensi membuat efektivitas efisiensi anggaran menjadi semu jika dana yang diblokir akhirnya dibuka kembali menjelang akhir tahun anggaran.
Selain itu, belum adanya angka pasti besaran efisiensi yang ditargetkan memunculkan pertanyaan soal transparansi kebijakan fiskal. Publik baru akan mengetahui rincian anggaran setelah Presiden Prabowo membacakan Nota Keuangan dan RAPBN 2026 pada 15 Agustus 2025 mendatang. (*)