
Jayapura, Nusantara Info: Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Papua merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua 2025 di 13 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di lima kabupaten/kota. Langkah ini diambil setelah ditemukan empat jenis pelanggaran serius yang dinilai berpotensi memengaruhi kemurnian suara rakyat.
“Ada 13 TPS di lima kabupaten/kota yang berpotensi menggelar PSU. Temuan ini didapat dari laporan langsung tim pengawas di lapangan,” ujar Komisioner Bawaslu Papua, Yofrey Piryamta Kebelen, Senin (11/8/2025).
Pelanggaran di Lima Kabupaten/Kota
Rincian temuan Bawaslu menunjukkan Kabupaten Jayapura dan Mamberamo Raya masing-masing memiliki 4 TPS bermasalah, Kota Jayapura 3 TPS, sementara Kabupaten Kepulauan Yapen dan Sarmi masing-masing 1 TPS.
Jenis pelanggaran yang ditemukan mencakup:
- Petugas membuka kotak suara sebelum waktu yang ditentukan.
- Pemilih menggunakan data orang lain untuk mencoblos.
- Pencoblosan surat suara sisa.
- Pengerahan massa ke TPS.
“Pelanggaran ini melanggar prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam pemilu,” tegas Yofrey.
Tenggat Waktu PSU
Bawaslu Papua telah menyampaikan rekomendasi resmi kepada Panitia Pemilihan Distrik (PPD). Sesuai aturan, PSU wajib dilaksanakan paling lambat 10 hari setelah pemungutan suara awal, atau hingga 16 Agustus 2025.
Yofrey mengingatkan, pelaksanaan PSU di 13 TPS ini bisa memengaruhi jadwal rekapitulasi suara. “Kami berharap semua pihak mengawal proses rekapitulasi, dari TPS hingga tingkat provinsi, demi menjaga kemurnian suara,” ujarnya.
Pilgub Papua 2025 mempertemukan dua pasangan calon:
- Paslon Nomor Urut 1: Benhur Tomi Mano – Constan Karma (BTM–CK), diusung PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
- Paslon Nomor Urut 2: Matius Fakhiri – Aryoko Rumaropen (Mariyo), diusung 16 partai politik, termasuk Golkar, Gerindra, Demokrat, PKS, Nasdem, PSI, dan PKB.
Hingga penutupan rekapitulasi di tingkat distrik, masih ada sejumlah wilayah yang belum menuntaskan prosesnya. Partisipasi publik diharapkan tetap tinggi untuk menghindari manipulasi hasil.
“PSU ini bukan hanya soal pengulangan proses, tapi ujian bagi komitmen demokrasi di Papua. Jika dikawal dengan baik, hasilnya akan benar-benar mencerminkan pilihan rakyat,” tutup Yofrey. (*)