Fenomena Job Hugging: Ketika Pekerja Takut Kehilangan Pekerjaan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Bagikan

Fenomena Job Hugging: Ketika Pekerja Takut Kehilangan Pekerjaan di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Ilustrasi job hugging. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Istilah “job hugging” belakangan menjadi topik hangat di dunia kerja global. Istilah ini menggambarkan kondisi di mana seseorang memilih bertahan dalam satu pekerjaan untuk waktu lama, meski merasa tidak lagi cocok dengan lingkungan atau peran yang dijalani.

Secara harfiah, “job hugging” berarti “memeluk pekerjaan”. Namun secara makna, fenomena ini lebih mengarah pada rasa takut kehilangan pekerjaan di tengah situasi ekonomi yang tidak stabil. Banyak pekerja memilih bertahan karena khawatir akan sulit mendapatkan pekerjaan baru di masa yang penuh ketidakpastian ini.

Mengapa Fenomena Job Hugging Terjadi?

Mengutip dari Entrepreneur, salah satu alasan utama munculnya job hugging adalah kecemasan ekonomi. Banyak pekerja menahan diri untuk berpindah kerja karena khawatir tidak mendapatkan kesempatan yang lebih baik.

Sementara itu, menurut laporan Forbes, meningkatnya fenomena job hugging dipicu oleh beberapa faktor seperti:

  • Pertumbuhan perekrutan yang melambat.
  • Banyak CEO yang lebih memilih mengurangi tenaga kerja dibandingkan melakukan ekspansi.
  • Pesatnya adopsi Artificial Intelligence (AI) yang memunculkan kekhawatiran akan stabilitas pekerjaan.

Pakar perilaku kerja, Diane Hamilton menjelaskan bahwa fenomena ini mencerminkan meningkatnya kecemasan kolektif di kalangan pekerja.

“Semua ini menciptakan keraguan dalam menentukan langkah karier,” ungkapnya.

Job Hugging: Strategi atau Jebakan?

Hamilton menyebut, dalam beberapa situasi, job hugging bisa menjadi strategi yang cerdas, terutama bila pekerjaan tersebut:

  • Berada di industri yang stabil.
  • Memberikan tunjangan dan keamanan bagi keluarga.
  • Menawarkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan baru.

“Dalam kasus seperti ini, bertahan bukan sekadar bentuk ketakutan, melainkan strategi bertahan hidup yang terencana,” jelas Hamilton.

Namun, di sisi lain, bertahan terlalu lama tanpa perkembangan justru dapat menimbulkan dampak negatif. Pekerja bisa kehilangan motivasi, merasa stagnan, dan akhirnya sulit berkembang.

Risiko Job Hugging Menurut Pakar Ekonomi

Direktur Riset Ekonomi Amerika Utara di Indeed Hiring Lab, Laura Ullrich menyebut ada beberapa risiko yang dihadapi pekerja yang terjebak dalam job hugging, di antaranya:

  1. Kenaikan Pendapatan Terhambat
    Pekerja yang jarang berpindah kerja biasanya tidak mendapatkan kenaikan gaji yang signifikan dibandingkan mereka yang berani mengambil peluang baru.
  2. Sulit Berkembang
    Bertahan terlalu lama di posisi yang sama bisa membuat keterampilan pekerja stagnan, menghambat daya saing ketika pasar kerja membaik.
  3. Risiko Pemutusan Kerja
    Perusahaan dapat menganggap pegawai yang tidak berkembang tidak memenuhi standar kinerja, dan berpotensi mengurangi posisi tersebut.
  4. Hambatan bagi Lulusan Baru
    Fenomena job hugging memperlambat perputaran tenaga kerja, membuat lulusan baru sulit memperoleh pekerjaan.
Baca Juga :  Presiden Jokowi: Kunci Menggerakkan Ekonomi Adalah Pengendalian Covid-19

Fenomena Global: Amerika Serikat hingga Inggris

Job hugging kini menjadi fenomena global. Di Amerika Serikat, data dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan tingkat berhenti kerja turun hingga 2% sejak awal 2025, salah satu yang terendah sejak 2016.

Direktur Indeed, Laura Ullrich menilai angka ini menunjukkan bahwa banyak pekerja takut berpindah kerja di tengah kondisi ekonomi yang melemah dan perekrutan yang menurun.

Hal serupa terjadi di Inggris. Ekonom menyebut banyak pekerja di sana memilih bertahan karena situasi ekonomi yang tidak menentu. Kevin Fitzgerald, Direktur Pelaksana Employment Hero, mengatakan fenomena ini kian meningkat seiring rencana pemerintah Inggris menaikkan pajak bisnis.

“Kenaikan kontribusi asuransi nasional pemberi kerja telah memberikan efek domino di seluruh perekonomian dan kita sekarang berada di titik kritis,” ujarnya dikutip dari The Independent.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Centre for Economics and Business Research (CEBR), Nina Skero, menyebut job hugging juga terkait dengan menurunnya kepercayaan diri pekerja.

“Para pekerja menghadapi tantangan keseimbangan yang sulit: pertumbuhan gaji yang stagnan, inflasi yang tinggi, dan peluang kerja yang makin menipis,” tegasnya.

Fenomena job hugging mencerminkan ketakutan kolektif pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi global. Di satu sisi, hal ini bisa menjadi strategi bertahan hidup yang realistis. Namun di sisi lain, jika dilakukan karena rasa takut dan tanpa arah karier yang jelas, job hugging bisa menjadi jebakan stagnasi yang menghambat kemajuan individu dan ekonomi secara keseluruhan. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait