Dari Biara Zen ke Kafe Modern: Perjalanan Matcha Jadi Minuman Favorit Dunia

Bagikan

Dari Biara Zen ke Kafe Modern: Perjalanan Matcha Jadi Minuman Favorit Dunia
Matcha. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Matcha, teh hijau bubuk yang kini menjadi ikon gaya hidup sehat di seluruh dunia, ternyata memiliki sejarah panjang yang bermula dari Tiongkok kuno.

Teh yang dikenal dengan warna hijaunya yang khas dan cita rasa umami ini bukan sekadar minuman, tetapi juga warisan budaya yang telah melintasi ribuan tahun sejarah.

Asal-Usul Matcha di Tiongkok Kuno

Melansir dari worldhistory.org, matcha pertama kali dikembangkan pada masa Dinasti Tang (618–907 M) di Tiongkok. Pada masa itu, daun teh tidak diseduh seperti sekarang, melainkan dikukus, dikeringkan, lalu digiling menjadi bubuk halus. Bubuk teh ini kemudian dilarutkan dalam air panas dan dikonsumsi oleh para bangsawan dan biksu sebagai minuman penyegar sekaligus penenang pikiran.

Kebiasaan ini perlahan menyebar ke Jepang pada abad ke-12 melalui seorang biksu Zen bernama Eisai, yang membawa biji teh dan metode pengolahan matcha dari Tiongkok.

Eisai kemudian memperkenalkan teh tersebut kepada kalangan biksu Zen di Jepang, yang menjadikannya bagian dari ritual meditasi.

Matcha dalam Budaya Jepang

Di Jepang, matcha berkembang menjadi bagian penting dari upacara minum teh (chanoyu), sebuah praktik spiritual yang menggabungkan unsur meditasi, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap alam. Upacara ini melibatkan persiapan dan penyajian matcha dengan cara yang penuh ketenangan dan simbolisme.

Ritual chanoyu menekankan empat prinsip utama: wa (harmoni), kei (rasa hormat), sei (kemurnian), dan jaku (ketenangan). Bagi para biksu dan bangsawan, menikmati matcha bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang refleksi diri dan keseimbangan batin.

Selama berabad-abad, matcha menjadi simbol eksklusivitas dan spiritualitas. Hanya kalangan tertentu yang memiliki akses terhadap teh berkualitas tinggi ini, terutama yang ditanam di wilayah Uji, Kyoto, daerah yang hingga kini masih dianggap sebagai penghasil matcha terbaik di dunia.

Baca Juga :  Presiden Prabowo: Cadangan Beras Capai 4,2 Juta Ton, Tapi Negara Rugi Rp100 Triliun Gara-Gara Mafia!

Selain nilai budayanya, matcha juga dikenal kaya akan manfaat kesehatan. Teh hijau bubuk ini mengandung antioksidan tinggi (katekin), kafein alami, dan L-theanine, asam amino yang membantu meningkatkan fokus sekaligus memberikan efek menenangkan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi matcha dapat membantu meningkatkan metabolisme, menurunkan stres, serta meningkatkan fungsi otak. Karena seluruh daun teh dikonsumsi dalam bentuk bubuk, kandungan nutrisinya jauh lebih tinggi dibanding teh seduh biasa.

Kebangkitan Global Matcha di Era Modern

Memasuki abad ke-21, matcha kembali mengalami lonjakan popularitas global, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat dan minat terhadap budaya Asia Timur.

Matcha kini hadir dalam berbagai bentuk modern, mulai dari matcha latte, es krim, hingga dessert dan skincare berbahan dasar teh hijau. Banyak kedai kopi di dunia, termasuk di Indonesia, menjadikan matcha sebagai menu unggulan karena cita rasa dan manfaatnya yang unik.

Menurut laporan Global Tea Market Report 2025, permintaan matcha dunia meningkat hingga 12 persen per tahun, terutama di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris. Matcha tidak lagi dipandang sebagai minuman tradisional Jepang, melainkan sebagai simbol keseimbangan antara tradisi dan modernitas.

Warisan yang Terus Hidup

Dari biara Zen di abad ke-12 hingga kedai kopi modern masa kini, matcha terus membuktikan kemampuannya beradaptasi tanpa kehilangan esensi. Ia bukan hanya minuman, melainkan simbol ketenangan, keanggunan, dan kesinambungan antara masa lalu dan masa kini.

Seiring dunia modern yang semakin cepat dan penuh tekanan, secangkir matcha mengingatkan manusia akan pentingnya melambat sejenak, bernapas, dan menemukan harmoni dalam kesederhanaan. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait