KA Cut Meutia, Simbol Konektivitas dan Pertahanan Nusantara dari Ujung Barat Indonesia

Bagikan

KA Cut Meutia, Simbol Konektivitas dan Pertahanan Nusantara dari Ujung Barat Indonesia
KA Cut Meutia. (Foto: BKIP Kemenhub)

Aceh, Nusantara Info: PT Kereta Api Indonesia atau KAI (Persero) bersama pemerintah kembali menghidupkan denyut transportasi di ujung barat Nusantara melalui layanan Kereta Api (KA) Perintis Cut Meutia yang melayani lintas Krueng Geukueh – Kutablang di Provinsi Aceh.

Jalur ini bukan sekadar sarana mobilitas masyarakat, melainkan juga simbol keterhubungan nasional dan bagian dari sistem pertahanan berbasis rel.

Sepanjang Januari–September 2025, KA Cut Meutia telah melayani 31.412 pelanggan. Capaian ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan publik terhadap moda transportasi publik yang aman, efisien, dan berkelanjutan.

“KA Cut Meutia menjadi alat transportasi sekaligus lambang semangat Aceh untuk bangkit melalui infrastruktur yang memperkuat konektivitas dan pertahanan wilayah barat Indonesia,” ujar Vice President Public Relations KAI, Anne Purba.

Kutablang: Stasiun Aktif Paling Barat Indonesia

Berada di Gle Putoh, Kabupaten Bireuen, Stasiun Kutablang kini menyandang predikat stasiun aktif paling barat di Indonesia. Dari titik ini, perjalanan KA Cut Meutia berakhir setelah menempuh jalur 21,45 kilometer dari Stasiun Krueng Geukueh.

“Kutablang mewakili semangat menjaga wilayah terluar bangsa. Saat ini, selain untuk pertahanan juga menjadi fasilitas yang menghubungkan masyarakat, pendidikan, serta wisata,” ucap Anne.

Keberadaan jalur ini sekaligus menjadi penanda batas geografis perkeretaapian nasional dan simbol kedaulatan transportasi di Tanah Rencong.

Dari Rel Perang ke Jalur Pertahanan dan Harapan

Sejarah perkeretaapian Aceh bermula pada 1876, ketika jalur pertama dari Ulee Lheue ke Kutaraja (Banda Aceh) sepanjang 5 kilometer dibangun untuk kepentingan militer Hindia Belanda. Rel ini menjadi tulang punggung logistik dan mobilisasi pasukan dalam Perang Aceh.

Dalam dua dekade berikutnya, jaringan rel terus berkembang hingga mencapai 502 kilometer, menghubungkan Banda Aceh – Sigli – Lhokseumawe – Langsa – Pangkalan Susu (Sumatera Utara).

Baca Juga :  Pemkot Tangsel Siapkan 35 Pukesmas untuk CKG, Benyamin: Kesehatan Adalah Investasi Utama bagi Masyarakat

Pasca kemerdekaan, jalur kereta di Aceh tetap memainkan peran vital dalam mendukung pertahanan dan pembangunan nasional. Namun, pada 1982, operasional sempat berhenti akibat kerusakan jembatan dan menurunnya aktivitas ekonomi.

Empat dekade kemudian, semangat untuk menghidupkan kembali rel Aceh kembali nyata melalui layanan KA Cut Meutia, yang kini berfungsi tidak hanya sebagai penggerak ekonomi dan sosial, tetapi juga sebagai jalur strategis pertahanan dan harapan bangsa.

Rel yang Menghubungkan Sejarah dan Edukasi

Selain menjadi infrastruktur vital, lintas Krueng Geukueh – Kutablang kini juga tumbuh sebagai jalur wisata edukatif. Penumpang dapat menikmati panorama sawah, perdesaan, hingga bentang pantai utara Aceh, sambil menapak tilas sejarah rel yang pernah menjadi saksi perjuangan.

Beberapa sekolah dan komunitas di Aceh bahkan memanfaatkan perjalanan KA Cut Meutia sebagai media pembelajaran sejarah dan teknologi transportasi, memperkenalkan generasi muda pada warisan infrastruktur nasional yang sarat nilai perjuangan.

KA Cut Meutia merupakan satu dari sembilan layanan kereta api perintis di Indonesia. Bersama KA Datuk Belambangan di Sumatera Utara, KA Lembah Anai di Sumatera Barat, dan KA Makassar–Parepare di Sulawesi Selatan, keberadaan KA Cut Meutia memperluas akses transportasi publik dan memperkuat fondasi pertahanan wilayah dari barat hingga timur Nusantara.

“Kereta api adalah infrastruktur strategis. Di Aceh, KA Cut Meutia menjadi penghubung masyarakat sekaligus bagian dari kesiapan bangsa menjaga dan membangun wilayah Indonesia,” tutup Anne. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait