Cina dan Australia: Hangat di Diplomasi, Tegang di Laut Selatan

Bagikan

Cina dan Australia: Hangat di Diplomasi, Tegang di Laut Selatan
Presiden China Xi Jinping bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese. (Foto: Antara)

Kuala Lumpur, Nusantara Info: Hubungan antara Cina dan Australia kembali menunjukkan dinamika menarik: hangat di meja diplomasi, namun tegang di wilayah udara dan laut. Kedua negara kini berupaya menyeimbangkan kepentingan geopolitik dan ekonomi, di tengah ketegangan yang terus membara di Laut Cina Selatan.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menggambarkan hubungan kedua negara sebagai hubungan antara “sahabat”. Sementara Perdana Menteri Cina Li Qiang menegaskan bahwa Beijing siap membangun kemitraan yang “lebih stabil dan strategis” dengan Canberra.

Pernyataan kedua pemimpin itu disampaikan di sela-sela KTT Pemimpin Asia Tenggara di Malaysia, Senin (27/10/2025), sebagaimana dilaporkan kantor berita resmi Cina, Xinhua.

Albanese menegaskan komitmennya untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka dan mencari bidang kerja sama baru, sembari menghindari potensi kesalahpahaman yang dapat memperkeruh hubungan. Kunjungan resminya ke Beijing pada Juli lalu disebut sebagai langkah penting memulihkan hubungan yang sempat memburuk di masa pemerintahan sebelumnya.

Menurut Xinhua, Li Qiang menilai hubungan bilateral saat ini menunjukkan tren positif. Ia menyoroti potensi kerja sama di bidang ekonomi hijau, teknologi tinggi, dan digitalisasi industri, sebagai fondasi baru hubungan kedua negara.

Insiden di Laut Cina Selatan

Meski begitu, keduanya belum sepenuhnya bebas dari gesekan di wilayah strategis Asia-Pasifik. Pekan lalu, Australia menuduh jet tempur Cina menjatuhkan suar (flare) di dekat pesawat patroli maritim Australia di Laut Cina Selatan. Sebaliknya, Beijing menuding Canberra melanggar wilayah udaranya.

“Saya sudah menyampaikan secara langsung bahwa insiden ini menjadi perhatian serius bagi Australia,” ujar Albanese seusai pertemuan dengan Li Qiang.

Insiden serupa juga pernah terjadi pada Februari lalu, ketika Australia mengecam aksi pilot jet tempur Cina yang dianggap “tidak aman dan tidak profesional”.

Baca Juga :  Sidang Umum PBB ke-80: Tantangan Berat di Tengah Krisis Global dan Seruan Reformasi

Rivalitas Regional dan Strategi Penyeimbang

Di kawasan Asia-Pasifik, Beijing terus memperluas pengaruhnya, terutama melalui kerja sama keamanan dan ekonomi dengan negara-negara Kepulauan Pasifik.

Pada 2022, Cina menandatangani perjanjian keamanan dengan Kepulauan Solomon, dan tahun berikutnya memperluas kerja sama kepolisian.

Sebagai langkah penyeimbang, Australia baru-baru ini menandatangani pakta pertahanan dengan Papua Nugini, yang dinilai sebagai strategi untuk menahan pengaruh militer Cina di Pasifik Selatan.

Sahabat yang Tetap Waspada

Meskipun diwarnai ketegangan dan rivalitas kawasan, hubungan ekonomi kedua negara tetap kuat. Cina masih menjadi mitra dagang terbesar Australia, dan kedua belah pihak sama-sama menekankan pentingnya menjaga stabilitas perdagangan bebas.

“Kami memang memiliki perbedaan, dan sebagai sahabat, kami bisa membahas isu-isu itu secara terbuka, itulah yang saya lakukan,” ujar Albanese.

Di atas kertas, Cina dan Australia tampak bersahabat. Namun di laut dan udara, keduanya tetap bersiaga membuktikan bahwa di dunia diplomasi modern, tak ada garis batas yang benar-benar tenang. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait