
Jakarta, Nusantara Info: Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Brasil mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva sepakat untuk menormalisasi hubungan perdagangan setelah beberapa bulan tegang akibat kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Washington.
Pertemuan bilateral kedua pemimpin berlangsung di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Malaysia, Minggu (26/10/2025).
Dalam pertemuan itu, keduanya menyetujui dimulainya negosiasi penghapusan tarif hukuman yang selama ini membebani ekspor Brasil ke pasar AS.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyampaikan bahwa Washington kini mengadopsi strategi baru dalam hubungan dagang dengan Brasil.
“Kami percaya dalam jangka panjang Brasil akan diuntungkan dengan menjadikan Amerika Serikat mitra dagang utama, bukan Cina,” ujarnya di Malaysia.
Negosiasi Dimulai, Target Kesepakatan dalam Beberapa Minggu
Negosiasi formal untuk menormalisasi hubungan perdagangan AS–Brasil dimulai pada Minggu malam dan dijadwalkan berlanjut hingga Senin (27/10/2025).
Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira mengatakan kepada harian O Globo bahwa jadwal pertemuan telah disusun dan kesepakatan diharapkan tercapai dalam beberapa minggu ke depan.
Meski begitu, upaya AS untuk kembali menjadi mitra dagang utama Brasil masih menghadapi tantangan besar. Berdasarkan data resmi, volume perdagangan kedua negara pada 2024 hanya mencapai 84 miliar dolar AS (sekitar Rp1.328 triliun), jauh di bawah nilai perdagangan Brasil dengan Cina yang mencapai 151 miliar dolar AS (Rp2.500 triliun).
Sejak 2009, Cina telah menyalip AS sebagai mitra dagang terbesar Brasil. Volume perdagangan kedua negara bahkan meningkat hampir tiga kali lipat dalam 15 tahun terakhir.
Tarif AS Sebabkan Ekspor Brasil Anjlok
Ketegangan dagang meningkat setelah AS memberlakukan tarif 50 persen terhadap ekspor Brasil pada 6 Agustus 2025. Kebijakan ini memukul ekspor daging, kopi, dan komoditas utama lainnya. Jika pada Juli 2025 ekspor Brasil ke AS masih senilai 3,8 miliar dolar AS (Rp63 triliun), maka pada September angka itu turun menjadi 2,6 miliar dolar AS (Rp43 triliun).
Sementara ekspor AS ke Brasil tetap stabil di kisaran 4,3 miliar dolar AS (Rp71 triliun), memperlebar defisit perdagangan Brasil terhadap AS yang sudah berlangsung sejak 2015.
Menurut sumber diplomatik, pemberlakuan tarif tersebut bukan karena defisit perdagangan, melainkan sebagai reaksi politik Trump terhadap vonis hukum terhadap mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro oleh Mahkamah Agung Brasil. Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump bahkan menyebut vonis itu sebagai “perburuan penyihir terhadap mantan presiden dan keluarganya.”
Namun, di Malaysia, Trump menunjukkan sikap yang lebih moderat. “Saya selalu menyukai Bolsonaro,” ujarnya singkat dalam konferensi pers.
Hubungan Personal Trump dan Lula Mencair
Menariknya, Trump juga tampak mulai akrab dengan Presiden Lula, meski keduanya berasal dari spektrum politik yang berlawanan. Dua pemimpin berusia lanjut, Trump 79 tahun dan Lula 80 tahun pertama kali bertemu dalam Sidang Umum PBB pada September lalu.
“Pertemuan kami berlangsung sangat baik,” ujar Lula kepada media internasional. Ia menambahkan, kedua negara berkomitmen menjaga hubungan diplomatik yang telah terjalin selama 200 tahun.
Trump pun menyebut Lula sebagai sosok yang simpatik dan mengaku terkesan dengan perjalanan hidup pemimpin sosialis tersebut. Hubungan keduanya dikabarkan semakin erat setelah serangkaian percakapan telepon menjelang KTT ASEAN.
Negosiasi Dagang AS–Cina Juga Berlanjut
Seiring mencairnya hubungan dengan Brasil, pemerintahan Trump juga sedang menyiapkan langkah serupa dengan Cina.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa negosiasi perdagangan AS–Cina telah memasuki tahap akhir dan dijadwalkan selesai pada 30 Oktober mendatang di Korea Selatan.
Kesepakatan itu mencakup penangguhan tarif tambahan 100 persen atas impor Cina dan pencabutan sebagian pembatasan ekspor AS. Sebagai balasannya, Beijing diharapkan membuka kembali ekspor logam tanah jarang serta melanjutkan impor kedelai dari AS.
Langkah ini disambut positif oleh pelaku industri agrikultur di AS dan Brasil. Dewan Ekspor Kopi Brasil (Cecafé) menyatakan optimisme terhadap dialog antara Trump dan Lula, seraya berharap “hasil konkret yang dapat menguntungkan kedua bangsa.” (*)






