
Jakarta, Nusantara Info: Tradisi mencium tangan guru, kiai, atau ustadz masih sangat lekat dalam kehidupan masyarakat muslim Indonesia, terutama di lingkungan pesantren dan majelis taklim. Gestur ini sering dimaknai sebagai bentuk penghormatan terhadap orang berilmu.
Namun, di tengah meningkatnya diskusi tentang kemurnian ajaran Islam, muncul pertanyaan: apakah mencium tangan guru memiliki dasar syar’i?
Dikutip dari Kemenag, berikut berbagai penjelasan ulama terkait bolehkah mencium tangan guru atau kiai.
Jejak Sejarah: Para Sahabat Pernah Mencium Tangan Nabi
Praktik mencium tangan bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. Sejumlah riwayat menunjukkan bahwa para sahabat Nabi Muhammad SAW pernah melakukan hal tersebut sebagai bentuk penghormatan.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud (no. 524) disebutkan, para sahabat dari delegasi suku Abdil Qais saat tiba di Madinah bergegas turun dari kendaraan dan mencium tangan serta kaki Nabi sebagai wujud rasa hormat.
Hadis ini kemudian menjadi salah satu dasar ulama dalam membolehkan tindakan mencium tangan seseorang yang dimuliakan karena ilmunya, ketakwaannya, atau kedekatannya dengan agama.
Pandangan Ulama: Boleh Selama Tidak Berlebihan
Sejumlah ulama besar memberikan penjelasan rinci mengenai hukum mencium tangan.
Syekh Zakaria al-Anshari dalam Asna al-Mathalib (juz III, hal. 114) menjelaskan bahwa mencium tangan karena ilmu dan ketakwaan diperbolehkan. Namun, bila dilakukan karena kedudukan duniawi atau secara berlebihan, maka hukumnya makruh.
Beliau menegaskan:
“Disunahkan mencium tangan orang shalih karena keilmuannya atau kemuliaan agamanya, sebagaimana dilakukan para sahabat kepada Nabi. Namun makruh bila dilakukan karena kekayaan atau kedudukan duniawi.”
Senada dengan itu, Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menegaskan bahwa mencium tangan boleh selama tidak disertai unsur pengagungan berlebihan atau kesyirikan.
“Islam membedakan antara adab dan pengkultusan. Menghormati guru boleh, tapi tidak boleh sampai menganggapnya memiliki kekuatan khusus,” tulis Imam Nawawi.
Beda dengan Sujud
Dalam Islam, sujud hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW menegaskan:
“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa sujud sebagai bentuk penghormatan tidak diperbolehkan, berbeda dengan mencium tangan yang bersifat sosial dan penuh adab, bukan penghambaan.
Adab di Pesantren: Simbol Hormat dan Ilmu
Di Indonesia, mencium tangan guru atau kiai telah menjadi bagian dari tata krama pesantren. Santri mencium tangan sebagai simbol penghormatan dan rasa syukur atas ilmu yang diberikan, bukan sebagai bentuk pengkultusan.
Para kiai pun tidak mewajibkan praktik ini, karena maknanya lebih pada adab dan sopan santun terhadap ilmu, nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam pendidikan Islam.
Tradisi mencium tangan guru memiliki dasar dalam ajaran dan sejarah Islam selama dilakukan dalam koridor adab, bukan ibadah.
Mencium tangan ulama atau kiai dapat dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap ilmu dan orang saleh, selama tidak melanggar prinsip tauhid dan tidak disertai keyakinan berlebihan. (*)
 
									





