
Jakarta, Nusantara Info: Sebuah gunungan sampah setinggi enam meter di pedesaan Inggris mengungkap sisi gelap bisnis pembuangan limbah ilegal yang kini semakin tak terkendali di Eropa.
Europol memperingatkan bahwa perdagangan sampah ilegal tengah mengalami lonjakan tajam dan berkembang menjadi bisnis yang makin canggih, mengancam keamanan lingkungan dan kesehatan publik.
Dalam laporan Serious and Organised Crime Threat Assessment 2025, Europol menyatakan bahwa aktivitas ini didorong oleh kelompok kriminal yang berusaha menghindari kontrak pembuangan sampah resmi, baik domestik maupun komersial. Mereka memanfaatkan celah korupsi, memalsukan dokumen, serta memindahkan limbah lintas negara untuk menghindari penegakan hukum.
Europol menyebut bisnis tersebut sebagai aktivitas “berisiko rendah, berkeuntungan tinggi.”
Kasus terbaru terjadi di Oxfordshire, dekat Sungai Thames. Tumpukan sampah setinggi enam meter ditemukan berisi limbah dari sekolah dan otoritas lokal, yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan kontrak pengelolaan sampah pemerintah oleh perusahaan subkontraktor.
Temuan ini memperkuat kekhawatiran bahwa praktik pembuangan sampah ilegal bukan lagi sekadar masalah lokal, melainkan jaringan kejahatan yang beroperasi di banyak negara Eropa.
Perdagangan Sampah Ilegal Bernilai Miliaran Euro
Kantor anti-penipuan Uni Eropa (OLAF) memperkirakan 15–30 persen pengiriman sampah di Eropa berpotensi ilegal, dengan nilai perdagangan mencapai €9,5 miliar atau sekitar Rp183 triliun per tahun.
Uni Eropa sendiri memindahkan sekitar 67 juta ton sampah legal per tahun di dalam kawasan, dan mengekspor lebih dari 35 juta ton ke luar UE melalui jalur resmi. Namun di balik angka itu, pasar gelap limbah terus bertumbuh dan memicu kerusakan lingkungan.
“Sampah yang dikelola sembarangan dapat mencemari tanah, air, dan udara. Aktivitas ilegal ini juga menghambat upaya UE menuju ekonomi hijau,” kata OLAF.
Celah Ekonomi Hijau yang Disusupi Kelompok Kriminal
UE sebetulnya memiliki kerangka hukum jelas lewat Waste Framework Directive, namun implementasinya bergantung pada banyak lembaga nasional. Penegakan di beberapa negara lemah, sehingga dimanfaatkan kelompok kriminal.
Jenis sampah tertentu seperti limbah elektronik, kendaraan bekas, gas berfluorinasi, plastik rendah kualitas, dan tekstil membutuhkan biaya tinggi untuk diolah secara legal. Jaringan kriminal kemudian mengekstraksi bagian yang bernilai, lalu membuang sisanya secara ilegal ke kawasan Eropa Timur, Asia, hingga Afrika.
Sebagian limbah bahkan dicampur dengan material lain agar tampak layak dijual atau diangkut secara sah.
Jaringan Kejahatan Semakin Canggih
Pada Februari lalu, 13 orang ditangkap di Kroasia karena mengimpor 35.000 ton limbah berbahaya dari Italia, Slovenia, dan Jerman. Alih-alih diproses sesuai standar, limbah tersebut hanya ditimbun atau dibuang di lahan terbuka.
Kelompok itu meraup €4 juta dengan memanfaatkan perusahaan legal sebagai kedok, memalsukan dokumen, dan mencampur limbah legal serta ilegal untuk mengelabui otoritas.
Menurut ECOTECA, Rumania kerap menjadi tujuan limbah dari Italia, Jerman, Inggris, dan Belgia yang diklaim sebagai barang daur ulang, tetapi dalam praktiknya sering hanya dibakar atau dibuang sembarangan. Pembakaran limbah ilegal di Sintesti, pinggiran Bucharest, bahkan sempat memicu kebakaran hutan Juli lalu.
Penegakan Hukum Eropa Masih Lemah
Meski aturan Uni Eropa sudah seragam, praktik di lapangan menunjukkan kesenjangan besar. Penegakan hukum terhambat oleh kemudahan mobilitas lintas batas dan kurangnya investasi dalam pengawasan lingkungan di sejumlah negara.
“Karena banyak kejahatan lingkungan dilakukan oleh perusahaan legal, kasus-kasus ini sering dilabeli sebagai kejahatan korporasi atau kerah putih. Hal inilah yang membuat pelanggaran kurang terdeteksi,” kata Europol.
Sementara Eropa berupaya menuju ekonomi hijau, jaringan kriminal yang mengejar keuntungan tetap memanfaatkan berbagai celah. Dampaknya kini terlihat nyata: pencemaran lingkungan, bahaya kesehatan publik, hingga kerusakan ekosistem jangka panjang. (*)






