Jepang-Filipina Perkuat Kerja Sama Militer di Tengah Tekanan China

Bagikan

Jepang-Filipina Perkuat Kerja Sama Militer di Tengah Tekanan China
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. dan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi menandai kerja sama militer yang diperkuat melalui Perjanjian Akses Timbal Balik (RAA) di tengah ketegangan Laut China Selatan. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Jepang dan Filipina semakin mempererat kerja sama militer mereka melalui Perjanjian Akses Timbal Balik (Reciprocal Access Agreement/RAA) di tengah meningkatnya agresi China di kawasan Indo-Pasifik.

Perjanjian ini mulai berlaku pada September 2025, dan kedua negara telah menggelar latihan militer pertama pada Oktober lalu. RAA yang ditandatangani pada Juli 2024 memungkinkan Jepang dan Filipina saling mengerahkan pasukan di wilayah masing-masing, termasuk di domain udara, laut, darat, dan siber.

Menurut analis geopolitik Victor Andres “Dindo” Manhit, pakta baru ini menaikkan kerja sama kedua sekutu ke level yang lebih tinggi.

“Kami menantikan kolaborasi yang kuat di empat domain itu. Jepang dapat membantu Filipina modernisasi militer, meski kemampuan kami terbatas,” kata Manhit.

Respons terhadap Ketegangan China

Perjanjian ini muncul sebagai respons atas meningkatnya ketegangan antara China dan Filipina di Laut China Selatan. Jepang sendiri juga memiliki sengketa wilayah dengan China di Laut China Timur. Untuk memperkuat pertahanan Filipina, Jepang menawarkan hingga enam kapal perang, termasuk kapal perusak kelas Abukuma, yang kini masih digunakan Angkatan Laut Jepang.

“Ini baru beberapa bulan, tapi kami sudah melihat lonjakan aktivitas kerja sama, terutama di bidang maritim. Masih banyak ruang untuk memperluas kolaborasi,” ujar Manhit.

Ketegangan meningkat karena agresi China terhadap kapal-kapal Filipina di wilayah sengketa. Beijing menolak putusan Mahkamah Arbitrase Antarbangsa 2016 yang menyatakan klaim China tidak sah dan menuduh Filipina beroperasi di perairan China. Kapal Filipina sering menghadapi penindasan dengan meriam air hingga sinar laser.

Latihan Multilateral dan Tekanan China

Pada 14-15 November 2024, Filipina, Jepang, dan Amerika Serikat menggelar latihan gabungan di Laut China Selatan di bawah Multilateral Maritime Cooperative Activity (MMCA). Latihan tersebut bertujuan memberi sinyal politik kuat kepada China, yang menanggapinya dengan keras, menyebut latihan itu “merusak perdamaian dan stabilitas kawasan.”

Baca Juga :  Kota di Jerman Tawarkan Pondokan Gratis untuk Melawan Depopulasi

China juga menghentikan impor produk laut dari Jepang dan menyarankan warganya untuk menunda perjalanan ke Jepang, yang berdampak pada hampir 500.000 tiket pesawat yang dibatalkan.

Menurut Kei Koga, profesor NTU Singapura, strategi China adalah memberi tekanan politik untuk memisahkan Jepang dan sekutunya, termasuk Filipina.

“Filipina fokus pada Laut China Selatan untuk menjaga kepentingannya, dan kerja sama pertahanan dengan Jepang serta AS memperkuat posisi mereka,” jelas Koga.

Risiko Konflik Taiwan

China mengklaim Taiwan sebagai bagian wilayahnya dan mengancam penggunaan kekuatan militer. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menyatakan bahwa konflik Taiwan bisa menyeret Filipina “meski dengan terpaksa.”

Koga menambahkan, fokus Manila tetap pada Laut China Selatan, sementara kontingensi Taiwan masih menjadi pertimbangan jangka panjang.

“Kerja sama militer dengan Jepang dan AS memberikan kemampuan untuk menahan agresivitas China jika terjadi konflik,” ujar Koga.

Dengan RAA, latihan gabungan, dan bantuan kapal perang Jepang, Filipina berharap dapat memperkuat pertahanan dan menyeimbangkan dinamika kekuatan di Indo-Pasifik. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait