Buah Tetangga Menjalar ke Lahan Anda? Ini Hukum dan Aturannya Menurut Fiqh Islam

Bagikan

Buah Tetangga Menjalar ke Lahan Anda? Ini Hukum dan Aturannya Menurut Fiqh Islam
Ilustrasi buah yang menjalar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Dalam kehidupan bermasyarakat, interaksi dengan tetangga adalah hal yang tidak bisa dihindari. Namun, dinamika bertetangga terkadang menimbulkan persoalan hukum, salah satunya terkait buah pohon yang jatuh atau menjalar ke lahan tetangga. Lalu, buah tersebut sebenarnya milik siapa?

Menurut fiqh klasik, buah yang jatuh atau menempel pada dahan yang menjalar ke lahan tetangga tetap menjadi hak pemilik pohon. Hal ini ditegaskan Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Asnal Mathalib, yang menyatakan bahwa jika banjir, angin, atau sejenisnya membawa biji atau buah orang lain ke tanah seseorang, maka wajib mengembalikannya kepada pemiliknya. Jika pemilik tidak hadir, hakim yang bertanggung jawab untuk mengembalikannya.

Cabang masalah: Jika banjir atau sejenisnya, seperti angin, membawa beberapa  biji tanaman atau buah milik orang lain ke tanahnya, demikian juga jika ia membawa ke sana sesuatu yang tidak bernilai seperti sebutir biji tanaman atau biji buah, dan pemiliknya tidak menelantarkannya, maka ia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya bila ia hadir. Dan bila pemiliknya tidak hadir, maka hakim yang mengembalikannya.” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarh Raudlut Thalib, [Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 2001], juz V, h. 211)

Di sisi lain, pemilik lahan memiliki hak untuk menuntut agar dahan atau ranting pohon yang menjalar ke lahannya dipotong. Jika pemilik pohon mengabaikan permintaan tersebut, tetangga berhak menebang sendiri tanpa harus menunggu izin. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj:

Pemilik tanah berhak menuntut orang yang dinding bangunannya condong ke arah tanah miliknya agar dinding itu dibongkar atau diperbaiki, sebagaimana pemilik tanah berhak menuntut agar dahan pohon yang menjalar ke ruang udara miliknya dihilangkan. Namun tidak ada kewajiban ganti rugi atas kerusakan yang terjadi karenanya.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Mesir, al-Maktabah at-Tijariyah: t.t], juz IX, h. 14)

Baca Juga :  Kicir-Kicir Restaurant Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk Jakarta Kembali Tawarkan Menu Terbaru

Dengan demikian, hukum fiqh menegaskan dua hal penting:

  1. Buah yang jatuh atau menempel pada dahan yang menjalar ke lahan tetangga tetap menjadi milik pemilik pohon.
  2. Tetangga berhak meminta dahan yang menjalar dipotong. Jika diabaikan, tetangga boleh menebangnya sendiri.

Fenomena ini menjadi contoh bagaimana prinsip fiqh Islam mengatur hubungan sosial dan hak properti antar tetangga, memastikan keseimbangan antara hak pemilik pohon dan ketenangan tetangga. Wallahu a’lam. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait