Banten (13/2/2021): Mulai hari ini (13/2/2021) kawasan Baduy Dalam ditutup selama tiga bulan. Dibuka kembali 15 Mei 2021. Ada apa? Ada ritual Kawalu.
Kepala Desa Kanekes Saija mengatakan Kawalu adalah ritual adat yang digelar satu tahun sekali. Saat Kawalu, Warga Baduy menutup diri dari kunjungan masyarakat umum.
Tiga wilayah yang ditutup adalah Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik. Ketiganya berada di Baduy Dalam. Sementara wilayah Baduy Luar seperti Ciboleger, menurut Saija, masih boleh dikunjungi oleh wisatawan, namun tetap wajib mematuhi protokol kesehatan. Tamu pribadi satu dua orang boleh, kalau tamu rombongan masih dilarang selama bulan Kawalu dan PSBB.
Mengutip laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, dijelaskan Kawalu merupakan salah satu adat yang diselenggarakan sebelum upacara Seba. Adapun tahapannya yaitu, upacara ngalanjakan, upacara Kawalu, upacara ngalaksa, dan terakhir Seba, sebagai puncak dari upacara-upacara adat yang dilakukan Orang Kanekes.
Upacara kawalu, menurut Risa Nopianti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, dilaksanakan setelah kegiatan panen padi dari huma (ladang) dan menyimpan atau mengembalikannya ke leuit. Maksud dan tujuan penyelenggaraan Kawalu adalah sebagai bentuk ungkapan syukur atas keberhasilan panen padi yang telah didapatkan oleh seluruh masyarakat Kanekes.
Perwujudan rasa syukur ini, lanjut Risa, kemudian diaplikasikan dalam bentuk puasa selama tiga bulan berturut-turut menurut penanggalan Orang Kanekes yang disebut sebagai bulan Kawalu. Adapun makna di balik pelaksanaan puasa di bulan Kawalu ini ialah untuk menyucikan diri dari nafsu jahat. Oleh karena itu, tanggal 15 bulan Kasa, sebelum berpuasa, seluruh Orang Kanekes wajib membersihkan lingkungan berupa halaman, kampung, jalan, dan sebagainya. Barang-barang yang datang dari luar pun harus dikeluarkan dari wilayah Kanekes.
Sementara dari laman ugm.ac.id diketahui ada tiga mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Charistya Herandy, Aisyah Suki Pratiwi, dan Rahmalia Intan Sulistyawati yang pernah meneliti kehidupan masyarakat Suku Baduy, khususnya Baduy Dalam, sebagai bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian Sosial Humaniora.
“Penelitian kami menggunakan metode observasi partisipan dan wawancara mendalam. Dalam keseharian, kami memilih wawancara dalam bungkus obrolan santai dengan masyarakat Baduy,” tutur Charistya pada laman itu.
Tradisi Kawalu disebut juga sebagai bulan suci bagi suku Baduy. Tradisi ini dilakukan selama tiga bulan setiap tahunnya (pada bulan Kasa, Karo, Katiga). Nandang Rusnandar dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung mengemukakan nama-nama bulan yang dimiliki masyarakat Baduy terdiri atas 12 bulan dengan penamaan bulan sebagai berikut: Kasa, Karo, Katiga, Sapar, Kalima, Kanem, Kapitu, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit Kayu, dan Hapit Lemah.
Sistem penanggalan bagi masyarakat Baduy sangat berarti dalam pengertian bahwa mereka bekerja sesuai dengan pedoman yang sangat dipatuhinya. Masyarakat Baduy yang berlatar belakang kehidupan bertani atau disebut sebagai masyarakat peladang, khususnya bagi orang tangtu (Baduy Dalam) yang disibukkan dengan pekerjaan di huma, apabila dilihat secara keseluruhan, mereka hanya memiliki 2 (dua) hari dalam sebulan untuk beristirahat. Kedua hari tersebut adalah jatuh pada tanggal 15 dan tanggal 30 setiap bulannya. Pada tanggal ini, biasanya mereka tidak boleh mengerjakan sesuatu baik bekerja di hutan maupun di huma.
Para peneliti muda UGM itu menambahkan tradisi Kawalu juga dimaksudkan sebagai upacara untuk berdoa meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera. Hal ini, ujar Charistya, menunjukkan keberadaan nilai nasionalisme di dalam Tradisi Kawalu yang dapat diangkat sebagai pendukung dari integrasi nasional.
“Hal ini dikarenakan suku Baduy Dalam terkesan “jauh”, “pedalaman”, “primitif” seakan bukan bagian dari Indonesia. Namun bukan berarti tidak dapat terintegrasi, sebaliknya, justru dalam tradisinya terdapat kecintaan dan kesetiaan pada negeri—yang juga menjadi pendukung dari integrasi di lingkup nasional,” papar Charistya.
Dalam penelitian ini, para mahasiswa berusaha menelisik lebih dalam eksistensi Tradisi Kawalu di Suku Baduy, yang menurut mereka dapat berperan sebagai pendukung integrasi di Indonesia. (**)
BESOK: Tradisi Seba Orang Baduy, Makna Di Balik Seserahan Hasil Bumi