Jakarta (4/1/2024): Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian memaparkan, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia pada Desember 2023 secara year-on-year (yoy) sebesar 2,61 persen. Meski angka inflasi terjaga dengan baik, Mendagri mengingatkan semua pihak agar tidak lantas terlena. Pasalnya, di bulan Desember tahun lalu masih ada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), serta faktor kenaikan harga pada perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Hal itu disampaikan Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Rabu (3/1/2024). Rakor tersebut diikuti oleh para kepala daerah seluruh Indonesia dan kementerian/lembaga terkait.
“Faktor Natal dan Tahun Baru yang membuat demand di berbagai sektor tinggi termasuk sektor wisata, transportasi, mobilitas masyarakat bergerak. Dan kemudian ada juga acara Tahun Baru, malam Tahun Baru, banyak yang pesta, banyak yang makan, membuat pola demand meningkat, demand yang meningkat otomatis akan meningkatkan kenaikan harga,” katanya.
Mendagri menjelaskan, dari data per 2 Januari 2024 perkembangan inflasi global menunjukkan posisi inflasi Indonesia berada di peringkat 53 dari 186 negara di dunia yang diurutkan dari inflasi terendah hingga tertinggi. Adapun di tingkat ASEAN, Mendagri memaparkan, posisi inflasi Indonesia berada di rangking 4 terendah dari 11 negara setelah Thailand, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Sementara di antara negara G20, Indonesia peringkat nomor 7.
“Di negara G20 ekonomi terbesar dunia, 20 negara ekonomi terbesar dunia, peringkat kita adalah inflasinya termasuk 7 yang terendah, bersama dengan China, Italy, Switzerland, Netherland, Saudi, Euro Area, dan kemudian Indonesia. Sisanya masih ada 16 negara G20 yang inflasinya di atas kita, mulai dari Jepang di atas kita, Amerika di atas kita, bahkan yang tertinggi Argentina 161 persen,” terangnya.
Dirinya mengungkapkan, angka tersebut patut diapresiasi karena mengelola negara Indonesia lebih kompleks. Indonesia memiliki penduduk nomor satu paling besar di Asia Tenggara dan nomor empat di dunia. “Negara besar, tetapi mampu mengendalikan inflasi di tengah kekompleksitasan masalah,” ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini ada dua isu utama yang menjadi perhatian masyarakat, yaitu terkait lapangan pekerjaan dan stabilisasi harga bahan pokok (bahan pangan). Isu ini mendominasi sebesar 60 persen dibandingkan isu lainnya. Tren tersebut terlihat pula di berbagai negara karena kenaikan harga pangan yang naik. Hal itu kemudian menimbulkan gejolak keamanan dan politik, serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
“Kita melihat tren pertumbuhan ekonomi dunia, kita masih terjaga di angka 4,94 persen. Itu lebih baik daripada banyak negara-negara yang lebih maju, bahkan negara-negara Norway, bahkan kita di atas Amerika dan sebagian negara-negara Eropa, pertumbuhan ekonomi kita cukup baik, rangkingnya adalah rangking 50 dari 185 negara,” pungkasnya.
Beberapa daerah dari data yang dikantongi Mendagri juga menunjukkan prestasi pertumbuhan ekonomi di atas angka nasional. Daerah-daerah tersebut seperti Maluku Utara 25,13 persen, Sulawesi Tengah 13,06 persen, Papua 8,28 persen, Sulawesi Barat 7,50 persen, dan Maluku 5,69 persen.
“Ini daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya di atas nasional,” tandasnya. (*)