BNPB: Korban Tewas Musala Al Khoziny Capai 36 Orang, 27 Santri Masih Hilang!

Bagikan

BNPB: Korban Tewas Musala Al Khoziny Capai 36 Orang, 27 Santri Masih Hilang!
Musala Ponpes Al Khozinya ambruk. (Foto: Istimewa)

Sidoarjo, Nusantara Info: Tragedi memilukan kembali mengguncang dunia pendidikan Islam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, total korban meninggal akibat ambruknya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, telah mencapai 36 orang per Minggu (5/10/2025) pukul 06.30 WIB.

Laporan terbaru menyebutkan, tim SAR gabungan menemukan 11 jenazah dan satu bagian tubuh berupa kaki kanan pada Sabtu (4/10/2025). Bagian tubuh itu masih menunggu proses identifikasi oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri.

BNPB menegaskan, data ini masih bersifat dinamis, mengingat proses pencarian korban dilakukan selama 24 jam penuh secara bergantian oleh ratusan petugas gabungan.

167 Korban Terdata, 27 Masih Hilang

Hingga kini, total korban terdata mencapai 167 orang. Dari jumlah tersebut, 140 orang berhasil ditemukan, dengan rincian:

  • 104 orang selamat, termasuk delapan yang masih dirawat di fasilitas kesehatan,
  • satu korban sudah kembali ke rumah tanpa perawatan, dan
  • 95 santri kembali melanjutkan masa pemulihan.

Sementara itu, 27 orang lainnya masih dalam proses pencarian berdasarkan daftar absensi santri yang dirilis pihak pesantren.

Proses evakuasi dilakukan dengan melibatkan Basarnas, TNI, Polri, BPBD, Dinas Pemadam Kebakaran, PMI, Baznas, Tagana, serta relawan dan masyarakat setempat. Pemerintah daerah juga memberikan dukungan penuh, termasuk penyediaan logistik dan layanan kesehatan darurat.

Bangunan Empat Lantai yang Runtuh Seketika

Bangunan musala empat lantai di kompleks Ponpes Al Khoziny itu ambruk tiba-tiba saat sejumlah santri tengah beraktivitas di lantai dasar. Sebagian besar korban merupakan remaja berusia 13–18 tahun yang sedang mengikuti kegiatan mengaji sore.

Hingga kini, belum ada keterangan resmi soal penyebab pasti runtuhnya bangunan tersebut. Namun dugaan sementara mengarah pada kelemahan struktur konstruksi dan kemungkinan kelalaian dalam pengawasan pembangunan.

“Bangunan yang roboh ini seharusnya tidak boleh digunakan tanpa uji kelayakan teknis. Kami masih menunggu hasil investigasi lengkap dari tim forensik bangunan,” ujar salah satu pejabat BPBD Jawa Timur yang enggan disebut namanya.

Baca Juga :  Nobar Home Sweet Loan: Zuri Express Hadirkan Konsep Corporate Gathering Dengan Konsep Berbeda

Lemahnya Pengawasan Bangunan Pesantren

Tragedi Al Khoziny kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap infrastruktur pendidikan keagamaan di Indonesia.

Sebagian besar pondok pesantren dibangun secara swadaya tanpa pendampingan teknis yang memadai. Dalam banyak kasus, tidak ada audit konstruksi atau izin mendirikan bangunan (IMB) yang sesuai standar keselamatan publik.

Pakar tata kota dan kebencanaan Universitas Brawijaya, Dr. Andi Rahman menilai musibah ini bukan sekadar bencana teknis, tapi kegagalan sistemik dalam tata kelola bangunan pendidikan.

“Pesantren tumbuh cepat, tapi negara belum hadir dalam memastikan aspek keselamatan santri. Ini bukan sekadar kelalaian satu pihak, tapi cerminan lemahnya pengawasan lintas lembaga,” terangnya.

Pemerintah Diminta Lakukan Audit Nasional

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak Kementerian PUPR dan Kementerian Agama melakukan audit nasional bangunan pesantren.

Audit ini dinilai penting untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, terutama di wilayah padat pesantren seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

“Jika negara bisa melakukan audit jembatan dan gedung sekolah negeri, seharusnya pesantren juga mendapat perlindungan yang sama. Santri juga warga negara yang berhak atas keselamatan,” kata aktivis pendidikan, Nur Fadilah, dari Lembaga Advokasi Pendidikan Indonesia.

Hingga Minggu sore, suara sirine ambulans masih terdengar di sekitar lokasi reruntuhan. Para relawan terus menggali puing-puing, berharap menemukan korban yang masih tertimbun.

Di tengah tumpukan bata dan debu, seorang ustaz muda duduk termenung memandangi musala yang pernah menjadi tempat santrinya mengaji.

“Anak-anak itu baru saja hafalan surat Ar-Rahman,” ucapnya lirih.

Tragedi ini bukan sekadar bencana fisik, melainkan peringatan keras tentang tanggung jawab negara terhadap keselamatan para penuntut ilmu di pesantren-pesantren seluruh Indonesia. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait