Mengenal Satu Tungku Tiga Batu, Filosofi Kehidupan Masyarakat Fakfak

Bagikan

Mengenal Satu Tungku Tiga Batu, Filosofi Kehidupan Masyarakat Fakfak
Foto: Istimewa

Jakarta (27/11/2023): Ada yang menarik dari desain Bandara Siboru di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Bandara yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak hanya mengusung konsep modern saja, tetapi juga mengusung kearifan lokal dengan desain interior gedung terminal menggunakan corak serta motif khas Papua.

Uniknya, gedung Bandara Siboru terdiri dari tiga atap yang melambangkan filosofi kehidupan masyarakat Kabupaten Fakfak, yaitu “Satu Tungku Tiga Batu”. Filosofi inilah yang menjaga kerukunan umat beragama di daerah tersebut. Lantas, apa arti filosofi “Satu Tungku Tiga Batu”?

Peradaban Suku Mbaham dan Suku Matta di Kabupaten Fakfak sejak dulu mengenal kehidupan bertoleransi dan menembus sekat-sekat perbedaan. Dari berbagai sumber literatur menyebutkan, bahwa “Satu Tungku Tiga Batu” telah tertanam sejak lama di kota yang dikenal dengan julukan Kota Pala ini.

Secara filosofi, “Satu Tungku Tiga Batu” dikaitkan dengan dengan satu saudara satu hati. Sedangkan secara harfiah, makna dari “Satu Tungku Tiga Batu” bermakna kau, saya, dan dia, yang masing-masing memiliki perbedaan agama, suku dan status sosial di dalam satu wadah persaudaraan.

Sedangkan dari sisi kehidupan sosial, “Satu Tungku Tiga Batu” memiliki makna keseharian masyarakat Fakfak yang memasak di atas sebuah tungku yang unik dan terdiri dari tiga batu besar yang berukuran sama, lalu disusun dalam satu lingkaran dengan jarak yang juga sama, sehingga dapat menopang wajan atau kuali untuk memasak bahan makanan.

Budayawan Fakfak Abbas Bahambah mengatakan, namun batu yang digunakan harus kuat, kokoh dan tahan panas serta tidak mudah pecah, kemudian kayu bakar diletakkan di sela-sela batu untuk memasak. “Harus imbang, tidak boleh timpang. Kalau tidak, kuali akan jatuh dan pecah,” ujarnya.

Baca Juga :  Pemerintah Ingin Majukan Papua Melalui Pendidikan

Filsafat Hidup Enis Mbaham Matta Wuh (subjudul)

Sementara itu, dalam sebuah buku “Jati Diri Perempuan Fakfak” yang ditulis oleh Ina Samosir Lefeaan dan Heppy Leunard Lelepary mengungkapkan, filosofi “Satu Tungku Tiga Batu” adalah pengejawantahan dari filsafat hidup etnis Mbaham Matta Wuh yang disebut Ko, on, kno mi mbi du Qpona yang artinya adalah kau, saya dengan dia bersaudara. Filosofi ini mengarah pada adat, agama dan pemerintah.

Etnis Mbaham Matta Wuh adalah masyarakat adat tertua yang ada di Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Fakfak juga menjadi salah satu kota tertua di provinsi tersebut.

Ko, on, kno mi mbi du Qpona atau Satu Tungku Tiga Batu artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari kaki rusak, maka tungku tidak dapat digunakan.

Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat. Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi. Ketiga batu yang sama kuat itu, dilambangkan sebagai tiga pihak yang sama kuat dan menjadi kesatuan yang seimbang.

Itulah arti dan makna “Satu Tungku Tiga Batu” yang menjadi pegangan hidup masyarakat Fakfak. Dulu hanya diwariskan secara turun temurun di keluarga, baru sekitar tahun 1990-an dirumuskan secara resmi oleh pemerintah kabupaten. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait