Diella, Menteri AI Pertama Albania: Antara Inovasi Digital dan Risiko Politik

Bagikan

Diella, Menteri AI Pertama Albania: Antara Inovasi Digital dan Risiko Politik
Menteri AI Pertama Albania, Diella. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Diella, sosok yang dijuluki “Menteri AI” pertama Albania, menjadi perbincangan hangat sejak diperkenalkan oleh Perdana Menteri (PM) Edi Rama pada September 2025. Tanpa tubuh fisik, tanda tangan, atau paspor, Diella resmi menjabat sebagai menteri kabinet di Albania, menandai langkah unik dalam dunia pemerintahan global.

Awalnya, Diella hanyalah asisten digital di portal e-Albania. Namun, Rama mempromosikannya menjadi Menteri Kecerdasan Buatan (AI), menjanjikan era baru di mana “lelang publik akan 100% bebas korupsi dan setiap dana publik 100% transparan.” Diella tampil mengenakan pakaian tradisional Albania, tersenyum dari layar monitor, menyapa pengguna pemerintah, dan memberikan jawaban sederhana sebagai bentuk interaksi digital.

Meskipun viral, jabatan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang akuntabilitas. Presiden Bajram Begaj tidak mencantumkan Diella dalam daftar kabinet resmi, dan Pasal 2 dekrit kabinet menempatkan PM Rama sebagai pihak bertanggung jawab atas operasional menteri virtual ini.

“Gagasan tentang ‘Menteri AI’ tidak memiliki dasar konstitusi. Menteri harus sosok manusia yang bisa berpikir, memberikan suara, dan memikul tanggung jawab moral serta politik,” ujar Pakar hukum Sokol Hazizaj.

Pakar teknologi Besmir Semanaj menambahkan, Diella pada dasarnya hanyalah chatbot yang belum memiliki peran otonom dalam pengambilan keputusan pemerintah.

“Kecerdasan buatan dapat mendukung proses administrasi jika diawasi, tetapi transparansi dan data pelatihan harus jelas. Saat ini, kita tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas algoritma ini,” terangnya.

Uni Eropa telah mengklasifikasikan sistem AI yang memengaruhi administrasi publik sebagai “risiko tinggi” dalam AI Act 2024. Setiap algoritma harus diawasi oleh manusia agar tidak terjadi “otomatisasi tanpa akuntabilitas.” Albania, sebagai calon anggota UE, berjanji menyesuaikan hukum nasionalnya dengan standar Eropa, namun sampai saat ini detail pengawasan Diella masih minim.

Baca Juga :  Ditjen Bina Adwil Dorong Sinergi Forkopimda Wonosobo dan Masyarakat Jaga Kondusifitas Wilayah

Di panggung politik, Diella memicu kontroversi. Saat sidang Parlemen 18 September 2025, Diella muncul di layar sebagai avatar digital berbicara dengan suara buatan. Beberapa anggota oposisi walkout menolak legitimasi sistem ini.

Menurut Profesor Artan Fuga, Rama menggunakan AI sebagai pengalih perhatian politik. Alih-alih fokus pada legitimasi pemerintah, oposisi justru memperdebatkan avatar. Risikonya nyata: algoritma bisa memproses informasi, tetapi tidak mampu menimbang konsekuensi moral.

“Mengangkat rasionalitas teknis di atas akuntabilitas politik bisa menghapus demokrasi itu sendiri,” kata Fuga.

Diella menjadi simbol eksperimen teknologi dan politik. Sementara beberapa memandangnya sebagai inovasi futuristik, banyak pihak menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan manusia dalam setiap keputusan pemerintah berbasis AI. Albania kini berada di persimpangan antara digitalisasi pemerintahan dan risiko politik yang kompleks. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait