Nabire (7/12/2023): Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) secara konsisten mendorong percepatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta penanganan inflasi, termasuk penanganan kemiskinan ekstrem, stunting, dan program prioritas lainnya. Kali ini, Ditjen Bina Keuda menurunkan tim langsung ke Provinsi Papua Tengah, Rabu (6/12/2023).
Tim tersebut melakukan monitoring dan evaluasi (monev) asistensi percepatan realisasi APBD, penanganan inflasi, penggunaan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), serta menyosialisasikan kebijakan pengelolaan keuangan daerah. Agenda tersebut sekaligus dirangkaikan dalam kegiatan Optimalisasi Kebijakan Strategis Pengelolaan Keuangan Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tengah.
Dalam sambutannya, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Horas Maurits Panjaitan mengatakan, kunjungan Tim Kemendagri ke Papua Tengah ini merupakan upaya menyamakan persepsi dalam mendorong percepatan realisasi APBD serta memastikan anggaran Pilkada Serentak 2024 terpenuhi.
“Kegiatan ini penting dilaksanakan guna percepatan realisasi APBD. Dalam hal ini realisasi APBD sejak awal tahun perlu dioptimalkan karena sejumlah faktor. Salah satunya adalah uang akan beredar di masyarakat, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan meningkatkan perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Dia menambahkan, realisasi APBD sejak awal tahun juga dapat mendorong pembangunan lebih awal sehingga kehadiran negara dirasakan masyarakat, dan hasilnya bisa dinikmati sepanjang tahun. Selain itu, perbaikan pelayanan publik lebih awal dilakukan, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin tinggi. “Kemudian, kesejahteraan rakyat meningkat dan daya saing akan meningkat dan akan menarik investor lebih awal,” jelas Murits.
Lebih lanjut Maurits mengimbau pemerintah daerah (Pemda) menggunakan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD) agar penggunaan anggaran belanja lebih efektif dan efisien. Hal ini penting untuk mengakomodasi dinamika kebijakan dan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam pengelolaan keuangan daerah. Ini sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020.
“Adapun penggunaan KKPD tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan, efisiensi biaya administrasi. Kedua, fleksibilitas, kemudahan dan jangkauan pemakaian secara luas termasuk untuk belanja secara elektronik. Ketiga, meningkatkan keamanan bertransaksi. Keempat, mengurangi cost of fund/idle cash. Kelima, mengurangi potensi fraud dari transaksi tunai. Keenam, memudahkan pejabat pelaksana APBD untuk belanja barang/jasa melalui e-payment dalam mendukung percepatan penggunaan produk dalam negeri,” tutur Maurits.
Dia mengingatkan, penggunaan produk dalam negeri ini penting sebagai salah satu strategi mengendalikan laju inflasi. Selain itu, juga dapat membangkitkan pengusaha dalam negeri, utamanya para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Karena itu, Pemda diharapkan mendukung kebijakan tersebut.
“Caranya dengan mewajibkan Pemda menetapkan target penggunaan produk dalam negeri paling sedikit 40 persen nilai anggaran belanja barang/jasa dalam APBD, mengutamakan produk UMK dan Koperasi dari hasil produk dalam negeri. Kemudian, mengalihkan proses pengadaan secara manual menjadi transaksi melalui katalog elektronik lokal dan toko daring. Selanjutnya, pemberian insentif pajak daerah dan retribusi daerah bagi pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi,” terang Maurits.
Dalam kesempatan itu, dirinya juga meminta Pemda agar menggunakan SIPD untuk menyatukan data perencanaan, keuangan, dan pelaporan daerah. Dengan begitu, Pemda tidak perlu membuat aplikasi baru, karena SIPD telah mengintegrasikan seluruh proses perencanaan pembangunan, penganggaran, dan pengelolaan keuangan daerah, sekaligus monev hingga pelaporan.
“Menyeragamkan proses perencanaan, keuangan, dan pelaporan seluruh Indonesia, datanya (menjadi) satu. Dengan SIPD, masyarakat juga bisa ikut melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan anggaran setiap daerah. Sistem ini jauh lebih efektif karena mampu menyederhanakan berbagai sistem rumit di daerah,” tegas Maurits. (*)