
Kemarau tak lagi kering, hujan tetap turun di banyak wilayah Indonesia, ini penyebab dan dampaknya bagi lingkungan serta sektor pertanian.
Jakarta, Nusantara Info: Indonesia tengah mengalami fenomena yang cukup unik dalam siklus musim tahun ini: kemarau basah. Meski secara kalender sudah memasuki musim kemarau, hujan masih turun di sejumlah daerah. Fenomena ini memicu kebingungan di tengah masyarakat dan menimbulkan pertanyaan: mengapa kemarau kali ini masih basah?
Apa Itu Kemarau Basah?
Kemarau basah adalah kondisi ketika curah hujan tetap terjadi di musim kemarau. Fenomena ini menyebabkan musim kering tidak sepenuhnya kering, karena masih ada hujan dengan intensitas ringan hingga sedang, bahkan deras di beberapa wilayah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kemarau basah biasanya terjadi akibat pengaruh anomali iklim global seperti La Nina lemah dan Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan permukaan laut yang lebih hangat dari biasanya di perairan sekitar Indonesia. Kondisi ini memicu terbentuknya awan hujan meski sudah memasuki musim kemarau.
BMKG memperkirakan sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami kemarau basah hingga Oktober 2025.
Dampak Kemarau Basah
Meski terdengar positif karena air tetap tersedia, kemarau basah juga membawa tantangan tersendiri. Dikutip dari berbagai sumber, berikut dampak kemarau basah:
- Pertanian
Petani yang biasa menanam palawija di musim kemarau bisa terganggu. Tanaman bisa rusak karena kelebihan air atau tergenang. - Infrastruktur
Proyek pembangunan jalan dan infrastruktur yang dijadwalkan pada musim kemarau bisa tertunda karena hujan. - Bencana Hidrometeorologi
Potensi longsor dan banjir lokal meningkat, terutama di daerah perbukitan dan daerah aliran sungai (DAS). - Kesulitan Perencanaan Musim Tanam
Perubahan pola cuaca menyulitkan petani dan pemerintah dalam menyusun kalender tanam.
Namun demikian, BMKG mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk tetap waspada dan tidak menganggap enteng kemarau basah. Beberapa langkah antisipasi yang direkomendasikan:
- Menyusun ulang jadwal tanam berdasarkan pembaruan cuaca
- Menjaga sistem drainase dan irigasi agar tidak terjadi genangan
- Mengoptimalkan penampungan air hujan untuk kebutuhan di puncak kemarau
Kemarau basah menjadi pengingat bahwa perubahan iklim global semakin nyata. Masyarakat perlu lebih adaptif terhadap pola cuaca yang tidak menentu dan memperhatikan informasi dari BMKG secara berkala.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan pola musim seperti dulu. Perubahan iklim menuntut kita untuk lebih fleksibel dan responsif,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. (*)