ICJ: Gagal Tangani Krisis Iklim Bisa Langgar Hukum Internasional, Negara Bisa Dituntut

Bagikan

ICJ: Gagal Tangani Krisis Iklim Bisa Langgar Hukum Internasional, Negara Bisa Dituntut

Den Haag, Nusantara Info: Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) mengeluarkan putusan penting yang menyatakan bahwa kegagalan negara dalam menangani krisis iklim dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Dalam pandangannya, ICJ menegaskan bahwa lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan adalah bagian dari hak asasi manusia.

Presiden ICJ, Yuji Iwasawa menyebut emisi gas rumah kaca sebagai “ancaman eksistensial” yang berasal dari aktivitas manusia dan berdampak lintas batas. Negara-negara, menurut ICJ, memiliki kewajiban hukum untuk melindungi rakyatnya dari dampak perubahan iklim, baik untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.

Putusan ini disambut luas oleh negara-negara rentan dan organisasi masyarakat sipil. Vishal Prasad dari Pacific Islands Students Fighting Climate Change menilai keputusan ini sebagai “jalur hidup” bagi negara-negara kecil yang menghadapi dampak langsung krisis iklim. Mary Robinson, mantan Komisaris Tinggi HAM PBB, menyebutnya sebagai “alat baru yang ampuh” untuk menuntut keadilan iklim secara global.

Kasus Bersejarah Dimulai dari Pasifik

Putusan ini bermula dari inisiatif mahasiswa Kepulauan Pasifik yang mendorong pemerintah mereka meminta klarifikasi hukum atas tanggung jawab negara dalam krisis iklim. Pemerintah Vanuatu kemudian mengajukan permintaan resmi kepada ICJ. Menteri Perubahan Iklim Vanuatu, Ralph Regenvanu, menyebut keputusan ICJ sebagai “koreksi arah” dalam menghadapi ancaman eksistensial perubahan iklim.

Pada Desember 2024, ICJ mendengar kesaksian dari hampir 100 negara dan 12 organisasi internasional. Negara-negara kepulauan di Karibia melaporkan dampak nyata, seperti erosi pantai dan badai yang makin intens. Perdana Menteri Antigua dan Barbuda, Gaston Browne, mengungkap bahwa naiknya permukaan laut telah menggerus wilayah vital negaranya.

Negara Maju dalam Sorotan

Negara-negara beremisi tinggi seperti Amerika Serikat, Cina, Rusia, dan Uni Eropa berada di bawah tekanan untuk bertanggung jawab atas emisi historis yang memperburuk krisis iklim. Meskipun Perjanjian Paris 2015 telah menetapkan target iklim global, para ahli hukum menilai kesepakatan itu belum cukup kuat sebagai dasar tunggal kewajiban hukum.

Baca Juga :  Erdogan Ultimatum Israel: Hentikan Serangan ke Iran atau Hadapi Konsekuensi

“Perjanjian iklim tetap penting, tapi bukan satu-satunya jalan,” kata Joie Chowdhury dari Pusat Hukum Lingkungan Internasional. Ia menambahkan bahwa kerusakan yang sudah terjadi harus diakui dan diperbaiki, terutama oleh negara-negara penyumbang emisi terbesar.

Dari Moral ke Tindakan Hukum

Pendapat hukum ICJ, meski tidak mengikat secara langsung, membawa bobot moral dan yuridis yang kuat. ICJ memperingatkan bahwa negara yang gagal menurunkan emisi bisa menghadapi tuntutan hukum dari pihak terdampak. Hal ini membuka jalan bagi gelombang gugatan iklim global.

Saat ini, lebih dari 3.000 kasus iklim telah diajukan di hampir 60 negara. Joana Setzer dari London School of Economics menyebut putusan ini sebagai “titik balik” dalam litigasi iklim. Bahkan, pendapat ini diprediksi akan memengaruhi negosiasi besar COP30 di Brasil pada 2025, karena sejumlah isu kini telah memiliki definisi hukum yang jelas.

ICJ juga menyoroti masih minimnya realisasi dana kompensasi kerugian iklim. Meski dalam negosiasi iklim PBB di Dubai telah disepakati pembentukan dana untuk kerusakan akibat iklim ekstrem, komitmen yang masuk baru sekitar 700 juta dolar AS—jauh dari kebutuhan ratusan miliar dolar pada 2030.

Negara-negara miskin terus mendesak tanggung jawab negara kaya. Mereka menanggung dampak terburuk perubahan iklim, meskipun menyumbang sangat sedikit terhadap emisi global. ICJ memperingatkan bahwa kerugian akan terus memburuk seiring meningkatnya suhu bumi jika tidak ada tindakan tegas dan kolaboratif antarnegara.

Putusan Mahkamah Internasional ini memperkuat legitimasi perjuangan keadilan iklim global. Meskipun tidak mengikat secara hukum, ia memberikan pijakan kuat bagi masyarakat sipil, negara berkembang, dan organisasi lingkungan untuk menuntut tanggung jawab nyata dari negara-negara yang gagal menjaga bumi.

Putusan ICJ adalah sinyal jelas: era janji palsu iklim telah berakhir. Saatnya tanggung jawab global diwujudkan dalam aksi nyata, bukan retorika. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait