Jakarta (10/10/2023): Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan ihwal strategi pengendalian inflasi pada dua hal, yaitu daerah dan komoditas. Hal itu disampaikannya saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (9/10/2023).
“Kita tahu bahwa kita di Indonesia menangani [inflasi] berdasarkan fokus daerah, mana yang naik kita tekan. Daerah yang sudah bagus inflasinya terkendali di bawah nasional berusaha untuk diturunkan, dan kita fokus kepada komoditas apa yang menyebabkan terjadi kenaikan di daerah itu,” kata Mendagri.
Untuk itu, kata dia, paparan dari berbagai stakeholder dalam Rakor pengendalian inflasi dapat dijadikan acuan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk menentukan situasi di daerah masing-masing, apakah masuk kategori dengan tingkat inflasi yang tinggi atau rendah.
Selain itu, Pemda diharapkan pula melakukan koordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah masing-masing untuk melakukan pendataan. Selanjutnya, perlu juga dilakukan pengecekan lapangan, yaitu di pasar-pasar oleh Satgas Pangan daerah.
“Jadi dua, tempat dan komoditas apa penyumbang kenaikan, itu strategi besar kita. Nah saat ini mungkin kita sudah tahu ada beberapa komoditas minggu lalu yang menjadi atensi kita yaitu beras, beras dan kemudian juga gula pasir, jagung. Nanti siang ada rapat spesifik masalah gula pasir dan jagung, dipimpin langsung oleh Bapak Presiden,” ujarnya.
Mendagri menjelaskan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, inflasi mesti ditangani secara intens dan berkesinambungan karena sifatnya yang dinamis. Pasalnya, jika sekali saja inflasi tak terkendali, maka akan semakin sulit mengendalikannya.
Selain Rakor dengan daerah, di tingkat pusat juga dilakukan Rakor bersama para menteri atau kementerian/lembaga (K/L) terkait. Menurutnya, Rakor pengendalian inflasi banyak memberikan manfaat bagi kepala daerah dan jajaran penegak hukum seperti Polri/TNI dan Kejaksaan. Dengan cara itu, praktik penyimpangan, seperti penumpukan barang hingga mafia pangan, baik di tingkat nasional maupun lokal dapat diantisipasi.
“Ini menyangkut hal yang sangat mendasar yaitu masalah pangan, barang, dan jasa. Ini kegiatan kita yang rutin dilakukan mingguan ini banyak mendapat apresiasi. Bukan hanya di kalangan kabinet, tapi juga dari tokoh-tokoh masyarakat dan juga dari DPR, semua mengetahui, termasuk pelaku usaha mengetahui,” tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari BPS angka inflasi year-on-year (y-o-y) bulan September 2023 terhadap September 2022 sebesar 2,28 persen. Artinya, inflasi masih terkendali. Namun demikian, Mendagri mengingatkan kepada semua stakeholder agar jangan sampai terlena. Pasalnya, berkaca pada September tahun lalu, inflasi terjadi cukup tinggi mencapai 6 persen akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Kalau kita ingin melihat bagaimana tren inflasi, artinya tren kenaikan harga barang/jasa, lebih baik mengambil data inflasi tahun kalender (sebesar) 1,63 persen, artinya kenaikan yang cukup lumayan. Kemudian kita melihat inflasi dari bulan ke bulan, dari bulan Agustus ke bulan September naiknya berapa, 0,19 persen,” ungkapnya.
Mendagri mewanti-wanti agar angka inflasi tersebut terus diantisipasi seiring dengan terjadinya puncak El Nino, yang sesuai perkiraan terjadi pada September hingga Oktober. Fenomena iklim tersebut diprediksi baru akan melandai pada November. Adapun puncak El Nino dapat membawa berbagai dampak, seperti kekeringan air hingga kebakaran hutan. Hal ini tentunya juga akan berpengaruh terhadap turunnya produksi pangan.
“Artinya kita harus bersiap-siap untuk mencari solusi yang lain, mencari solusi mengenai masalah beras, mencari solusi mengenai masalah gula pasir, jagung,” tandasnya. (*)