
Jakarta, Nusantara Info: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri selama enam bulan terkait dugaan korupsi kuota haji 2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Salah satunya adalah mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), yang sebelumnya sempat dipanggil penyidik KPK.
Pencegahan ini diumumkan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (12/8/2025).
“Keputusan pencegahan ke luar negeri dikeluarkan pada 11 Agustus 2025 terhadap YCQ, IAA, dan FHM. Keberadaan mereka di dalam negeri sangat dibutuhkan untuk proses penyidikan,” ujarnya.
Langkah ini menandai babak baru penyidikan kasus yang disebut-sebut melibatkan nilai jumbo dan mekanisme distribusi yang sarat tanda tanya.
Klaim Bersih dari Pihak Yaqut
Meski dicegah, Yaqut melalui juru bicaranya, Anna Hasbi, menegaskan tidak ada pelanggaran hukum.
“Pembagian kuota haji 2024 dilaksanakan sesuai undang-undang,” kata Anna di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (7/8/2025).
Anna mengaku Yaqut siap memberikan penjelasan rinci, terutama terkait kuota tambahan haji yang dibagi untuk jalur reguler dan khusus. “Pembagian kuota itu cukup rumit. Harus ada penjelasan menyeluruh,” imbuhnya.
Kerugian Negara Triliunan Rupiah
KPK telah menaikkan status perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan setelah menemukan indikasi kuat tindak pidana korupsi. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) sudah diterbitkan dengan dasar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Pasal itu menjerat pihak yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum hingga merugikan keuangan negara.
“Hitungan awal dugaan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun,” ungkap Budi.
Namun, hingga kini KPK belum menetapkan tersangka.
“Kami masih memeriksa pihak-pihak yang mengetahui perkara ini,” kata Budi.
Kasus ini menampar wajah pelayanan publik karena menyangkut ibadah haji, yang merupakan salah satu rukun Islam yang sakral. Publik mempertanyakan bagaimana kuota yang seharusnya dibagi secara adil justru menjadi lahan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Pengamat antikorupsi menilai, kerugian hingga triliunan rupiah bukan sekadar angka, tetapi indikasi adanya sistem yang bobrok dan celah kebijakan yang dimanfaatkan oleh pihak tertentu.
Pencegahan ke luar negeri terhadap Yaqut dan dua nama lainnya memberi sinyal KPK sedang merangkai konstruksi kasus yang bisa menyeret tokoh penting. Jika bukti semakin kuat, langkah berikutnya bisa berupa penetapan tersangka yang berpotensi mengguncang elit politik dan birokrasi.
Publik kini menunggu: Apakah KPK berani membuka seluruh fakta, atau kasus ini akan terhenti di tengah jalan seperti perkara besar lain yang menguap? (*)