Jakarta, Nusantara Info: Ketegangan bersenjata di perbatasan Thailand dan Kamboja semakin memanas hingga hari kedua pada Jumat (25/7/2025), menyusul pecahnya bentrokan pada 12 titik sepanjang garis perbatasan. Konflik ini telah menewaskan 16 orang, melukai puluhan lainnya, dan memaksa lebih dari 120 ribu warga sipil mengungsi dari wilayah konflik.
Militer Thailand melaporkan bahwa dari total korban tewas, 14 di antaranya adalah warga sipil Thailand, sementara satu korban merupakan anggota militer. Sedikitnya 30 orang terluka, termasuk 15 tentara yang menjadi korban dalam baku tembak terbaru.
Kementerian Dalam Negeri Thailand mengonfirmasi bahwa lebih dari 100.000 penduduk telah dievakuasi dari wilayah perbatasan, khususnya dari Provinsi Surin, Sisaket, Buriram, dan Ubon Ratchathani. Evakuasi dilakukan ke tempat-tempat perlindungan darurat di wilayah yang dinilai lebih aman.
Gelombang pengungsian ini mencerminkan tingkat eskalasi konflik yang tinggi dan kekhawatiran akan pecahnya perang terbuka di kawasan Asia Tenggara.
Candi Preah Vihear: Jadi Titik Api Konflik
Pusat ketegangan terbaru ini kembali mengarah ke Candi Preah Vihear, situs warisan budaya yang telah lama menjadi sumber sengketa antara Thailand dan Kamboja. Terletak di ujung tebing Dataran Tinggi Dangrek, candi ini memiliki nilai arsitektural, spiritual, dan historis yang sangat tinggi bagi kedua bangsa.
Dibangun sejak abad ke-9 dan berkembang hingga abad ke-11 sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, kompleks ini diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia karena keaslian dan keindahan arsitekturnya.
Namun, status geopolitik candi ini tidak pernah benar-benar selesai. Meskipun Mahkamah Internasional memutuskan pada tahun 1962 bahwa wilayah candi masuk ke dalam teritori Kamboja, akses jalan dan area sekitar kompleks masih dipersengketakan.
Setiap pergerakan militer atau klaim wilayah di sekitar lokasi ini kerap memicu ketegangan diplomatik dan bahkan kontak senjata—seperti yang kembali terjadi dalam beberapa hari terakhir.
Simbol Identitas Nasional dan Kepentingan Politik
Lebih dari sekadar bangunan kuno, Candi Preah Vihear telah menjadi simbol nasionalisme bagi kedua negara. Aktivitas militer atau narasi politik yang melibatkan kawasan ini seringkali digunakan untuk menggalang dukungan dalam negeri, sekaligus mempertajam posisi tawar di forum internasional.
Situasi ini mencerminkan betapa sebuah situs budaya dapat berubah menjadi medan diplomasi dan konflik, ketika persoalan sejarah, batas negara, dan identitas nasional saling tumpang tindih.
Konflik terbaru ini menjadi pengingat akan pentingnya penyelesaian sengketa secara damai melalui jalur diplomatik dan mediasi internasional. Mengingat sensitivitas kawasan dan nilai strategis yang terkandung di dalamnya, upaya penyelesaian harus melibatkan dialog terbuka, kerja sama regional, dan penghormatan atas keputusan hukum internasional.
Jika tidak dikendalikan, eskalasi ini berpotensi mengancam stabilitas kawasan ASEAN dan memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah perbatasan.
Konflik perbatasan Thailand–Kamboja kembali menunjukkan bahwa sengketa sejarah dan simbol nasional dapat menjadi pemicu ketegangan militer yang nyata, terlebih jika tidak disertai dengan komitmen bersama untuk mencari solusi damai. Candi Preah Vihear, meskipun menjadi warisan budaya dunia, tetap terjebak dalam tarik-menarik politik dan militer yang berisiko menelan lebih banyak korban jika tidak segera diredam. (*)