Jakarta (21/3/2024): Hak angket tengah ramai menjadi perbincangan usai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang diduga terdapat banyak kecurangan dan cacat hukum. Tak hanya di kalangan elite politik saja, masyarakat sipil pun turut menyuarakan hak angket DPR untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024.
Secara hukum ketatanegaraan, hak angket sah-sah saja diajukan oleh kubu yang menilai Pemilu 2024 tidak luber dan jurdil. Hak angket adalah instrumen politik legal dan diatur Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Hak angket merupakan salah satu perangkat pengawasan lembaga perwakilan terhadap kebijakan pemerintah yang berdampak strategis dan luas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dan diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini termasuk Pemilu 2024. Namun demikian, penggunaan hak angket ini bisa juga menimbulkan pro dan kontra.
Terkait pro dan kontra hak angket pada Pemilu 2024, pakar politik Universitas Airlangga (Unair), Febby Risti Widjajanto mengatakan bahwa hak angket bisa digunakan dalam menyelidiki kecurangan pada Pemilu atau Pilpres 2024. Namun penggunaannya harus disesuaikan dengan proses politik yang tengah berjalan.
Menurutnya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan hak angket. Contohnya adalah solidaritas partai politik, politik HAM, demokrasi, dan dukungan masyarakat sipil.
“Merujuk UU Nomor 17 Pasal 79 Tahun 2014, DPR bisa saja mengajukan hak angket. Dengan ketentuan, pengusulan hak angket paling sedikit 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi,” kata Febby, dilansir dari laman Unair, Rabu (20/3/2024).
Pengajuan hak angket harus disertai dokumen yang memuat minimal materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang ingin diselidiki beserta alasan penyelidikannya.
Setelah angket mendapat persetujuan, DPR bisa membentuk panitia khusus untuk mendalami kasus. Panitia bisa memanggil WNI, WNA, pejabat pemerintah, badan hukum, pejabat negara hingga masyarakat sebagai pemberi keterangan.
“Jika mendapat persetujuan maka bisa membahasnya lebih lanjut dalam sidang paripurna DPR. Jika pelaksanaan undang-undang atau kebijakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat,” ungkap Febby.
Tak Bisa Batalkan Hasil Pemilu
Lebih lanjut Febby menjelaskan, bahwa hak angket tak bisa membatalkan hasil pemilu, melainkan hanya mengusut kasus kecurangan Pemilu. Ia menambahkan, penyelidikan kecurangan Pemilu butuh waktu relatif lama, bergantung pada kerumitan kasus.
“Sejauh yang saya pahami, hak angket bisa untuk mengusut kecurangan pemilu, tetapi tidak bisa untuk membatalkan hasil pemilu. Pembatalan bisa terjadi jika terdapat keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Jika hasil dari penyelidikan adalah ada pelanggaran terhadap perundang-undangan, hal tersebut bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi politik kepada presiden,” terangnya.
Menurutnya, penyelidikan dugaan kecurangan Pemilu ini bisa berbuah hasil selama masa jabatan anggota DPR periode sekarang masih berlaku. Artinya, penyelidikan kecurangan harus dilakukan sebelum pelantikan DPR periode baru pada 1 Oktober 2024.
Jika anggota DPR di periode selanjutnya tidak sama, maka proses penyelidikan hak angket ini bisa mengalami kendala. Saat hak angket mengalami penolakan, maka usulan tidak dapat diajukan kembali.
“Namun, apabila tidak ada dugaan pelanggaran, usul hak angket dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali para periode keanggotaan DPR yang sama,” pungkasnya. (*)