Mengenal Paniki, Kuliner Ekstrem dari Sulawesi Utara

Bagikan

Mengenal Paniki, Kuliner Ekstrem dari Sulawesi Utara

Jakarta (7/5/2024): Setiap negara, sepertinya memiliki hidangan ekstrem masing-masing. Dan tidak jarang masyarakat menganggap makanan ekstrem tersebut terasa ganjil, aneh, atau sinis terhadap kekhasan budaya ini. Namun, apapun pendapat orang, kuliner-kuliner ini tetaplah merupakan sebuah warisan budaya suatu masyarakat.

Beragam hewan yang termasuk ekstrem diolah menjadi hidangan makanan di antaranya seperti anjing dan kucing. Konsumsi daging anjing dan kucing masih terjadi di beberapa negara seperti Korea, Tiongkok, Vietnam, dan beberapa wilayah di Asia. Meskipun hanya sebagian kecil masyarakat di negara-negara tadi yang mengonsumsi jenis daging tersebut, kenyataan ini masih kontroversial dan banyak dilarang sampai hari ini.

Di sisi lain, daging kuda dikonsumsi di beberapa negara Eropa dan Asia. Di beberapa daerah di Eropa, daging kuda diolah menjadi steak atau hidangan panggang. Di beberapa bagian Asia seperti Korea dan Jepang, daging kuda dimakan dalam bentuk sushi atau panggang.

Di belahan dunia yang lain, serangga seperti belalang, jangkrik, dan larva serangga dimakan sebagai sumber protein. Di Thailand, misalnya, belalang dimakan sebagai camilan. Beberapa komunitas di Asia, Afrika, dan Australia memakan daging ular. Biasanya, ular dimasak seperti daging lainnya, bisa digoreng, direbus, atau dimasak dalam berbagai saus.

Satu lagi yang tidak kalah ganjil adalah kelelawar. Di beberapa negara Asia Tenggara, daging kelelawar dimasak dengan bumbu khas setempat. Di Indonesia, daging kelelawar lazim dikonsumsi oleh masyarakat Minahasa. Disebut dengan paniki, kelelawar justru diolah dengan bumbu khas tradisional hingga jadi favorit bagi orang Manado.

Paniki Jadi Hidangan Spesial untuk Suku Minahasa

Paniki atau kelelawar merupakan hidangan khas yang menjadi kebanggaan kuliner dari Manado, Sulawesi Utara. Paniki telah menjadi bagian dari warisan kuliner Manado selama berabad-abad. Kehadirannya tidak hanya sebagai hidangan lokal, tetapi juga mencerminkan warisan budaya dan tradisi kuliner yang khas.

Baca Juga :  Kemenhub Beri Pelatihan Wirausaha Bagi Perempuan di Sekitar Pelabuhan Patimban

Paniki dipercaya memiliki rasa unik yang disukai oleh penduduk setempat. Rasanya yang khas dan berbeda, saat dimasak dengan rempah-rempah khas Sulawesi Utara, menjadi daya tarik tersendiri bagi pencinta kuliner yang ingin mencoba hal baru.

Meskipun terdapat pandangan berbeda, sebagian orang meyakini bahwa daging kelelawar memiliki sejumlah manfaat dan nilai gizi yang tinggi. Yang paling populer, kandungan alami dalam daging kelelawar dipercaya ampuh mengurangi dan mengobati masalah kulit yang diakibatkan alergi. Manfaat ini bisa terasa jika mengonsumsi kelelawar liar.

Meskipun belum ada penelitian yang membuktikan, tapi sudah banyak orang mengaku merasakan khasiatnya. Selain menyembuhkan gatal dan alergi pada kulit, daging kelelawar juga dipercaya mampu menyembuhkan penyakit asma dan sesak napas. Kandungan senyawa kitotefin dalam kelelawar mirip dengan obat asma yang digunakan dalam dunia medis.

Beberapa orang juga percaya bahwa daging kelelawar memiliki kandungan protein yang tinggi dan manfaat kesehatan tertentu. Tidak hanya itu, kelelawar dipercaya masyarakat setempat kaya akan Omega-3, yang dipercaya mampu menambah kecerdasan. Katanya, daging kelelawar juga membantu mengurangi masalah terkait penuaan dini. Keriput dan garis halus pada wajah dianggap bisa berkurang dengan cara mengonsumsi daging kelelawar.

Hidangan paniki bukan hanya tentang rasa atau nilai gizi, tetapi juga tentang identitas dan tradisi lokal. Di Manado, hidangan paniki menjadi bagian penting dari identitas kuliner mereka yang turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait