
Jakarta, Nusantara Info: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta, yakni dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan.
MK menegaskan pemerintah dan pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menilai frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Akibatnya, kata Enny, ada keterbatasan daya tampung di sekolah negeri hingga peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta.
“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” ujar Enny.
MK berpandangan negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Respons Mendikdasmen
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, merespons dengan menjelaskan makna Pasal di UU Sisdiknas dan penerapannya.
“Inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa Pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai punya kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar bukan hanya sekolah negeri tapi juga sekolah/madrasah swasta, tapi satu, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah. Dua, sekolah swasta tetap dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat meski ada bantuan pembiayaan dari pemerintah,” jelas Mendikdasmen Abdul Mu’ti , Selasa (27/5/2025).
Mu’ti mengatakan belum menerima putusan resmi dari MK. “Itu yang saya pahami, tapi saya belum mendapatkan putusan resminya secara lengkap dari MK,” tuturnya.
Putusan tersebut merupakan hasil dari permohonan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga warga negara, yakni Fathiyah dan Novianisa Rizkika yang merupakan ibu rumah tangga (IRT) serta Riris Risma Anjiningrum yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS).
Komisi X DPR Minta Pemerintah Revisi BOS
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, menanggapi putusan MK yang memerintahkan agar wajib sekolah 9 tahun, yakni SD-SMP negeri dan swasta digratiskan. Lalu mengatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
“Tentu kami mendukung atas semangat konstitusional untuk menjamin hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan merata,” kata Lalu kepada wartawan, Rabu (28/5/2025).
Meski begitu, menurut Lalu, perlu adanya kesiapan anggaran dan tata kelola pendidikan nasional. Dia mengatakan APBN dan APBD harus mampu menanggung biaya operasional pendidikan secara adil dan proporsional.
“Harus ada mekanisme transparan untuk memastikan sekolah swasta mendapatkan subsidi yang memadai, tanpa mengorbankan kualitas dan kemandirian pengelolaan sekolah,” ujarnya.
Lalu mendorong agar pemerintah merevisi kebijakan mengenai bantuan operasional sekolah (BOS). Menurutnya, hal itu agar dana yang dimiliki dapat mencakup ke sekolah swasta.
“Revisi kebijakan dan regulasi teknis terkait bantuan operasional sekolah (BOS), sangat diperlukan, agar dana ini juga mencakup sekolah swasta secara menyeluruh,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya pihak-pihak pemangku kepentingan harus duduk bersama merumuskan implementasi putusan MK. Termasuk organisasi penyelenggara pendidikan swasta.
“Harapannya, pendidikan gratis tidak hanya menjadi kebijakan populis, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat SDM Indonesia ke depan,” pungkasnya. (*)