Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Jasa Pembangunan vs Kontroversi Orde Baru

Bagikan

Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Jasa Pembangunan vs Kontroversi Orde Baru
Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. (Foto: Wikipedia)

Jakarta, Nusantara Info: Pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025, Presiden Prabowo Subianto menetapkan sepuluh tokoh sebagai pahlawan nasional, salah satunya adalah Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto. Keputusan ini langsung memicu perdebatan publik, mengingat kontroversi yang melekat pada sosok mantan presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun.

Pengumuman disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai upacara penganugerahan gelar di Istana Negara, Jakarta. Fadli Zon menegaskan keputusan tersebut diambil berdasarkan jasa Soeharto dalam sejarah perjuangan bangsa.

“Yang terkait dengan perjuangan Pak Harto telah dikaji, antara lain Serangan Umum 1 Maret, pertempuran di Ambarawa dan Semarang, peran dalam Operasi Mandala merebut Irian Barat, serta pembangunan lima tahunan yang membantu pengentasan kemiskinan,” jelas Fadli.

Menteri Sosial Syaifullah Yusuf menyampaikan, penganugerahan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kontribusi tokoh bangsa dan ajakan bagi masyarakat untuk meneladani nilai perjuangan mereka.

“Kita perlu belajar melihat jasa para pendahulu, menilai yang baik dan teladan yang bisa diambil,” ujarnya.

Kelebihan dan Kekurangan Soeharto

Pengamat sosial Geger Riyanto menilai, jasa Soeharto dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia jelas terlihat.

“Julukannya Bapak Pembangunan bukan tanpa alasan, era pemerintahannya diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan,” kata Geger.

Namun, ia juga menekankan sisi gelap kepemimpinannya. “Kekurangan Soeharto sangat fatal. Masa pemerintahannya diwarnai ketidakadilan dan kepatuhan buta, di mana ketenangan dibeli dengan harga mahal bagi rakyat,” ucapnya.

Geger memperkirakan penetapan Soeharto sebagai pahlawan bisa menjadi upaya sebagian pihak melupakan kontroversi masa lalunya.

“Mungkin publik hanya akan mengingat harga murah dan ketenangan di masa itu, sementara aspek negatifnya bisa terlupakan,” ujarnya.

Perspektif Militer dan Politik

Baca Juga :  Evaluasi Penilaian IGA 2022 Pemkot Mojokerto, BSKDN Minta Kolaborasi OPD Ditingkatkan

Dari sisi militer, pengamat Aris Santoso melihat keputusan ini tak lepas dari karakter Presiden Prabowo Subianto yang dikenal pantang kalah.

“Segala kehendak Prabowo harus terlaksana, termasuk mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional. Fadli Zon sebagai ‘hulubalang’ berhasil menunaikan tugas itu,” jelas Aris.

Aris juga menyoroti reaksi publik, terutama generasi muda dan elemen politik seperti Partai Rakyat Demokratik (PRD). Banyak pihak menolak keputusan ini, mengingat kontroversi sejarah Soeharto, termasuk peristiwa 1965.

“Beberapa tokoh NU seperti Gus Mus dan Anita Wahid juga menentang penetapan ini,” katanya.

Motif Penetapan

Menurut Aris, penetapan Soeharto mungkin juga berkaitan dengan ‘utang budi’ Prabowo terhadap masa Orde Baru dan keluarga Soeharto. Ia menilai keputusan ini bisa menjadi langkah strategis Prabowo mengamankan warisan politik dan simbolik, terutama jika masa kepresidenannya hanya satu periode.

“Tidak tertutup kemungkinan tahun depan Prabowo menetapkan tokoh keluarga sendiri sebagai pahlawan nasional,” pungkas Aris.

Keputusan ini menegaskan bahwa penetapan pahlawan nasional selalu berada di persimpangan sejarah, politik, dan persepsi publik. Di satu sisi, jasa dan prestasi jelas ada; di sisi lain, kontroversi dan perdebatan moral tetap membayangi langkah negara dalam menghormati tokoh-tokohnya. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait