Tito Karnavian: Pertarungan Dunia Kini Ditentukan oleh Ekonomi, Bukan Senjata

Bagikan

Tito Karnavian: Pertarungan Dunia Kini Ditentukan oleh Ekonomi, Bukan Senjata
Ketua MWA Universitas Sriwijaya Muhammad Tito Karnavian orasi ilmiah bertajuk “Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Indonesia Emas 2045”. (Foto: Puspen Kemendagri)

Palembang, Nusantara Info: Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Sriwijaya, Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan pandangan strategis tentang arah tatanan dunia baru dalam orasi ilmiah bertajuk “Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Indonesia Emas 2045” pada peringatan Dies Natalis ke-65 Universitas Sriwijaya (Unsri), Senin (3/11/2025).

Dalam orasi berdurasi hampir dua jam tersebut, Tito menjelaskan bahwa dunia kini tengah mengalami pergeseran paradigma besar menuju tatanan global baru. Menurutnya, kekuatan global tidak lagi ditentukan oleh aspek militer semata, melainkan juga oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan pengetahuan.

“Saya berada dalam posisi paradigma konstruktivisme. Banyak hal kini diselesaikan bukan dengan kekuatan militer, tapi melalui ekonomi, perdagangan, sosial, dan budaya. Pertarungan yang paling menentukan saat ini adalah pertarungan ekonomi,” ujar Tito.

Dalam tatanan dunia baru, lebih lanjut Tito menjelaskan, bahwa negara yang menguasai rantai pasok global dan memiliki kapasitas produksi besar akan menjadi kekuatan dominan. Ia mengutip pemikiran Prof. Sait Yilmaz dalam buku “State, Power, and Hegemony” yang menyebut empat faktor utama penentu kekuatan ekonomi suatu negara: angkatan kerja besar, sumber daya alam melimpah, wilayah luas, dan letak geografis strategis.

“Indonesia berada di jalur vital dunia. Jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik, posisi ini dapat memengaruhi ekonomi negara lain,” tegasnya.

Dengan empat modal besar itu, Tito menilai hanya segelintir negara yang berpeluang menjadi kekuatan global: China, India, Amerika Serikat, Rusia, dan Indonesia.

Ia optimistis Indonesia memiliki potensi besar menjadi kekuatan ekonomi keempat dunia pada 2045, asalkan mampu mengoptimalkan bonus demografi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Negara itu maju bukan karena sumber daya alam, tapi karena SDM-nya. Bonus demografi Indonesia sebesar 68,95% dari total populasi harus diarahkan melalui pendidikan agar menjadi kekuatan produktif,” ungkap Tito.

Baca Juga :  Atasi Permasalahan Sampah, Kemendagri Launching Pedoman BLUD Persampahan

Tito juga mencontohkan kesuksesan Singapura di bawah Lee Kuan Yew, yang mampu menjadi negara maju tanpa sumber daya alam melimpah berkat investasi besar di bidang pendidikan dan beasiswa bagi generasi mudanya.

Ia menilai arah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 melalui program pendidikan dan kesehatan rakyat seperti Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, dan beasiswa kedokteran.

Dalam kesempatan itu, Tito mengajak perguruan tinggi di Indonesia untuk bertransformasi menjadi pusat inovasi dan penggerak perubahan nasional.

“Perguruan tinggi harus bertransformasi. Dunia berubah cepat, dan kita tidak boleh hanya menjadi penonton. Kita harus jadi pemain utama dalam tatanan global baru,” imbaunya.

Pandangan Akademisi: Gagasan Strategis dan Realistis

Dosen Hukum Internasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Triyana Yohanes, menilai pandangan Tito sangat relevan dengan situasi global saat ini.

“Pandangan Tito menghadirkan narasi strategis berbasis paradigma konstruktivisme yang sejalan dengan tantangan politik internasional modern,” ujarnya.

Triyana menilai, orasi Tito dapat dijadikan landasan konseptual bagi Indonesia dalam memperkuat posisi di kancah internasional melalui peningkatan SDM, penguasaan teknologi, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

“Saya melihat Tito mendorong Indonesia membangun hegemoni berbasis pengetahuan dan produktivitas ekonomi. Ini jauh lebih berkelanjutan daripada sekadar kekuatan militer,” tandasnya.

Ia juga mengaitkan gagasan Tito dengan pandangan ekonom Ray Dalio dalam buku “How Countries Go Broke”, bahwa negara yang ingin bertahan di tengah siklus utang global harus memperkuat SDM, teknologi, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

“Pembangunan hukum dan tata kelola bersih harus menjadi fondasi. Tanpa itu, potensi besar yang disampaikan Tito akan sulit diwujudkan,” pungkas Triyana. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait