Trump dan Xi Jinping Sepakat Redakan Perang Dagang: AS Pangkas Tarif, Cina Longgarkan Ekspor Tanah Jarang

Bagikan

Trump dan Xi Jinping Sepakat Redakan Perang Dagang: AS Pangkas Tarif, Cina Longgarkan Ekspor Tanah Jarang
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping sepakat redakan perang dagang. (Foto: Istimewa)

Busan, Nusantara Info: Amerika Serikat (AS) dan Cina menunjukkan sinyal rekonsiliasi dalam perang dagang yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping sepakat mengambil langkah nyata untuk menurunkan ketegangan ekonomi global yang selama ini mengguncang pasar dunia.

Dalam pertemuan bilateral yang digelar di Busan, Korea Selatan, Kamis (30/10/2025), AS berjanji akan menurunkan tarif terhadap produk asal Cina dari 57% menjadi 47%, sementara Beijing berkomitmen untuk melonggarkan ekspor logam tanah jarang, membeli kembali kedelai dari AS, serta menindak perdagangan gelap fentanil.

Trump menyebut hasil pertemuan tersebut sebagai “keberhasilan yang menggelegar”.

“Kalau ada skala dari nol sampai sepuluh, dan sepuluh adalah yang terbaik, maka saya akan bilang pertemuan ini nilainya dua belas,” ujarnya kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One.

Trump menjelaskan, penurunan tarif ini merupakan bagian dari langkah diplomatik baru untuk menstabilkan hubungan ekonomi kedua negara. Ia juga mengumumkan rencana kunjungan ke Beijing pada April 2026, sementara Xi Jinping dijadwalkan membalas kunjungan ke Washington beberapa waktu setelahnya.

Selain soal tarif, kedua pemimpin juga membahas peluang kerja sama teknologi tinggi, termasuk kemungkinan ekspor cip komputer canggih dari AS ke Cina. Trump mengungkapkan bahwa perusahaan semikonduktor Nvidia akan segera membuka pembicaraan dengan pejabat Beijing.

“Kesepakatan dagang bisa saya tandatangani dalam waktu dekat,” katanya optimistis.

Xi Jinping Serukan “Ketenangan Ekonomi Dunia”

Presiden Xi, melalui media pemerintah Cina, menegaskan pentingnya menyelesaikan perundingan dengan cepat demi “memberi ketenangan bagi ekonomi di kedua negara dan global.”

Ia menekankan perlunya melihat hubungan AS–Cina dari perspektif jangka panjang, dengan menitikberatkan pada manfaat kerja sama ketimbang siklus balas dendam ekonomi.

“Dengan latar nasional yang berbeda, wajar jika kita tak selalu sependapat,” kata Xi. “Namun, dua kekuatan ekonomi terbesar dunia harus bisa bekerja sama untuk stabilitas global.”

Bayang-Bayang Ketegangan Masih Ada

Meski suasana pertemuan terlihat akrab, ketegangan strategis tetap membayangi. Washington dan Beijing masih bersaing ketat dalam penguasaan industri manufaktur, kecerdasan buatan, dan geopolitik global, termasuk dalam konflik Rusia–Ukraina.

Baca Juga :  Israel Kembali Bombardir Gaza, 50 Orang Tewas Termasuk Anak-Anak dan Lansia

Kebijakan tarif agresif yang digencarkan Trump sejak masa jabatan keduanya dan pembatasan ekspor logam tanah jarang oleh Cina menjadi isu utama yang membuat pertemuan di Busan berlangsung dalam suasana penuh kehati-hatian.

Analis menilai, kedua belah pihak menyadari bahwa konflik ekonomi tanpa akhir hanya akan merusak pertumbuhan global.

Sinyal Damai dari Busan

Pertemuan yang berlangsung selama seratus menit itu digelar di kompleks militer dekat Bandara Internasional Busan dan jauh dari kemewahan pertemuan G20 atau G7. Simbol sederhana itu dianggap sebagai pesan kuat bahwa diplomasi kali ini fokus pada substansi, bukan seremoni.

Menjelang pertemuan, pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Trump tidak akan melanjutkan ancaman tarif tambahan 100% terhadap produk Cina, sementara Beijing menunjukkan sikap terbuka dengan melonggarkan kontrol ekspor tanah jarang dan membuka kembali pasar kedelai untuk Amerika.

Pasar saham AS pun menyambut positif kabar tersebut. Indeks Dow Jones dan Nasdaq naik tipis, mencerminkan harapan akan babak baru hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu.

Jalan Panjang Menuju Stabilitas

Meski kesepakatan ini disambut optimistis, para analis tetap mengingatkan agar tidak terburu-buru menyebutnya sebagai “akhir perang dagang.”

Craig Singleton, Direktur Senior Program Tiongkok di Foundation for Defense of Democracies, mengatakan kedua negara masih berada dalam pola tarik-ulur klasik.

“Ini adalah stabilisasi jangka pendek yang dikemas sebagai kemajuan strategis. Persaingan mendasar tetap hidup,” ujarnya.

Trump sendiri menegaskan bahwa tarif baru akan segera berlaku dengan total tarif kumulatif 47% terhadap produk Cina. Namun Xi masih memegang kartu penting: dominasi global Cina atas logam tanah jarang, bahan vital bagi industri militer dan teknologi tinggi dunia.

Setelah pertemuan, Trump langsung bertolak ke Washington, sementara Xi melanjutkan agenda APEC di Korea Selatan.

Meski kesepakatan ini belum menandai akhir rivalitas global, dunia setidaknya bisa bernapas lega sejenak.

Dalam dinamika dua raksasa ekonomi ini, setiap senyum diplomatik dan jabat tangan menyimpan kalkulasi besar tentang tarif, teknologi, dan pengaruh global yang akan menentukan arah ekonomi dunia di abad ke-21. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait