
Tangsel, Nusantara Info: Sejumlah perwakilan warga Kampung Muncul, Kelurahan Setu, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada Jumat (10/10/2025).
Kedatangan mereka bertujuan meminta perlindungan hukum terkait rencana penutupan Jalan Raya Serpong–Muncul–Parung oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Ketua RT 11 RW 03 Kelurahan Setu, Alex Aziz, menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan atas arahan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, yang selama ini mendampingi warga dalam menghadapi polemik tersebut.
“Kami diarahkan LBH GP Ansor untuk mengajukan laporan permohonan perlindungan hukum ke Kejati Banten. Suratnya tadi kami serahkan sekitar pukul 11.30 WIB dan diterima oleh bagian sentra hukum,” ujar Alex, Jumat (10/10/2025).
Dalam surat tersebut, warga menyampaikan permohonan perlindungan hukum dan pengembalian fungsi Jalan Raya Serpong–Muncul–Parung sebagai jalan provinsi Banten.
BRIN Disebut Akan Tutup Jalan 13 Oktober 2025
Meski penutupan jalan belum dilakukan, kabar mengenai rencana tersebut sudah membuat warga gelisah dan resah.
Menurut Alex, pihak BRIN disebut telah menyiapkan banner sosialisasi penutupan jalan yang rencananya akan dilakukan pada 13 Oktober 2025.
“Sosialisasinya itu berupa banner. Memang belum dipasang, tapi kami mendapat informasi sudah ada plang yang disiapkan. Masyarakat terus memantau karena jadwalnya sempat berubah-ubah,” ucapnya.
Alex menjelaskan, informasi sementara menyebutkan bahwa penutupan akan dilakukan secara bertahap, mulai dari buka-tutup jalan setiap pukul 18.00 hingga 06.00 WIB, sampai dengan 31 Desember 2025, sebelum akhirnya diberlakukan penutupan permanen pada 1 Januari 2026.
Warga Khawatirkan Dampak Ekonomi dan Mobilitas
Rencana penutupan jalan tersebut, menurut warga, dikhawatirkan akan mematikan aktivitas ekonomi di sepanjang ruas jalan yang selama ini menjadi jalur utama masyarakat dan pelaku UMKM lokal.
“Kalau memang jalan itu ditutup, otomatis perekonomian di jalur itu akan mati. Itu jalur utama masyarakat kami dari dulu, bahkan sebelum saya lahir jalan itu sudah ada,” tutur Alex.
Selain itu, warga juga menyoroti dampak kemacetan dan gangguan mobilitas yang akan timbul jika penutupan dilakukan. Jalur alternatif yang disediakan, menurut mereka, tidak cukup memadai.
“Kondisi jalan ke arah Pasar Serpong sekarang saja sudah macet. Kalau jalur utama ini ditutup, bisa tambah parah,” katanya.
Alex menegaskan, dasar keberatan warga bukan semata karena dampak ekonomi, tetapi juga berdasarkan aspek hukum. Menurutnya, dokumen yang dimiliki warga menunjukkan bahwa Jalan Raya Serpong–Muncul–Parung merupakan aset milik Pemerintah Provinsi Banten, bukan BRIN.
“Kami punya bukti hukum yang menyatakan jalan itu adalah jalan provinsi, bukan milik BRIN. Karena itu kami minta agar BRIN membatalkan rencana penutupan dan mengembalikan fungsi jalan seperti semula,” tegasnya.
Warga Harap Kejati Turun Tangan
Melalui laporan resmi ke Kejati Banten, warga berharap kejaksaan dapat meninjau dasar hukum rencana penutupan jalan tersebut dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Mereka juga meminta agar pemerintah daerah dan BRIN dapat membuka ruang dialog agar persoalan ini dapat diselesaikan secara adil tanpa merugikan warga.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi harus ada solusi yang tidak mematikan ekonomi rakyat. Kami hanya minta keadilan,” pungkas Alex. (*)