
Jakarta, Nusantara Info: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengimbau pemerintah daerah (Pemda) untuk mengendalikan harga komoditas pangan yang menjadi penyumbang inflasi, terutama cabai merah dan daging ayam ras.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kedua komoditas tersebut menjadi penyumbang utama inflasi bulanan (month-to-month/M-to-M) September 2025 terhadap Agustus 2025.
Imbauan itu disampaikan Mendagri saat membuka Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Pembahasan Kebersihan dan Kesehatan Hewan Ternak untuk Pangan serta Evaluasi Dukungan Pemda terhadap Program Tiga Juta Rumah. Rapat berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Cabai dan Daging Ayam Jadi Biang Kenaikan Harga
Dalam sambutannya, Tito menjelaskan bahwa inflasi nasional pada September 2025 mencapai 2,65 persen (year on year), naik dari 2,31 persen pada Agustus. Secara bulanan (M-to-M), inflasi meningkat 0,21 persen.
“Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Untuk pangan, penyumbang tertinggi adalah cabai merah dan daging ayam ras, masing-masing sebesar 0,13 persen,” ujarnya.
Menurut Tito, kenaikan harga cabai merah disebabkan distribusi hasil panen yang belum optimal di sejumlah daerah. Sementara itu, harga daging ayam ras meningkat akibat kebijakan penyesuaian harga dari Kementerian Pertanian untuk melindungi peternak dari kenaikan ongkos produksi.
Meski begitu, Mendagri menilai inflasi saat ini masih tergolong baik. “Perlu keseimbangan antara melindungi produsen agar tidak rugi, dan menjaga daya beli konsumen agar harga tidak terlalu tinggi,” terangnya.
Tito menegaskan pentingnya langkah cepat daerah dalam mengendalikan harga pangan. Ia meminta jajaran Pemda memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat agar kenaikan harga cabai dan daging ayam tidak meluas.
“Cabai bisa dikendalikan dengan memperbanyak produksi dan memperbaiki distribusi. Daging ayam boleh naik demi lindungi peternak, tapi jangan sampai tidak terkendali,” tegasnya.
Selain isu inflasi, Mendagri juga menyoroti dukungan Pemda terhadap Program Tiga Juta Rumah. Hingga kini, sebanyak 509 daerah telah menerbitkan peraturan kepala daerah (Perkada) yang mengatur pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Namun, Tito menilai sosialisasi dan implementasi di lapangan masih rendah, bahkan ada Pemda yang belum sama sekali menerbitkan PBG untuk MBR. Ia menekankan bahwa program ini memiliki nilai strategis, tidak hanya untuk membantu masyarakat miskin, tetapi juga menggerakkan ekonomi daerah.
“Program ini bisa menambah sekitar dua persen pertumbuhan ekonomi karena menghidupkan banyak sektor, mulai dari pengembang, toko material, hingga tenaga kerja bangunan,” jelasnya.
PAD Tak Turun, Justru Akan Naik Jangka Panjang
Mendagri juga meminta kepala daerah tak khawatir terhadap potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat pembebasan retribusi PBG dan BPHTB bagi MBR. Menurutnya, manfaat jangka panjang dari program ini justru akan meningkatkan PAD melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Kalau rumahnya sudah jadi dan ekonomi berputar, maka pajaknya juga akan meningkat. Jadi jangan khawatir, ini investasi sosial dan ekonomi jangka panjang,” tegas Tito.
Rapat koordinasi ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat, di antaranya Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Agung Suganda, Dirjen Perumahan Perdesaan Kementerian PKP Imran, serta Plt. Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan KSP Edy Priyono.
Selain itu, sejumlah narasumber dari berbagai kementerian dan lembaga ikut bergabung secara virtual, bersama peserta dari jajaran Pemda dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di seluruh Indonesia. (*)