
Jakarta, Nusantara Info: Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian akhirnya angkat bicara mengenai adanya perbedaan data simpanan dana pemerintah daerah (Pemda) di perbankan antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut Tito, selisih sebesar Rp 18 triliun yang muncul dalam data kedua lembaga disebabkan oleh perbedaan waktu pencatatan dan dinamika transaksi keuangan daerah.
Berdasarkan data BI per 30 September 2025, jumlah dana Pemda yang masih tersimpan di perbankan mencapai Rp 233,97 triliun. Namun, data yang dihimpun Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri hingga 17 Oktober 2025 menunjukkan angka yang lebih kecil, yakni Rp 215 triliun.
“Ada beda waktu. Jadi beda waktu antara sumber dari bank sentral, Bank Indonesia, seperti Jawa Barat itu ya. Itu beda waktunya yang terbaca Rp 4,1 triliun, tapi saat dicek lagi sekarang tinggal Rp 2,7 triliun karena sebagian sudah dibelanjakan,” ujar Tito saat ditemui di acara Festival Ekonomi Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Financial Services Expo (IFSE) 2025 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (31/10/2025).
Perbedaan Waktu Pencatatan Jadi Penyebab Utama
Tito menegaskan bahwa data simpanan Pemda di bank bersifat dinamis karena dana tersebut terus bergerak seiring aktivitas belanja daerah. Ia mencontohkan kasus di Jawa Barat, di mana dalam laporan BI tercatat simpanan Pemda sebesar Rp 4,1 triliun, yang terdiri atas Rp 3,8 triliun dana provinsi dan Rp 300 miliar milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Namun, berdasarkan data terbaru Kemendagri, jumlah itu kini telah berkurang menjadi Rp 2,7 triliun setelah sebagian dana digunakan untuk belanja daerah.
“Jadi otomatis beda karena waktunya berbeda, uangnya sudah terbelanjakan sebagian. Sama halnya dengan data BI dan Kemenkeu yang menunjukkan Rp 233 triliun per Agustus–September, sementara data Kemendagri menunjukkan Rp 215 triliun karena sebagian sudah digunakan daerah,” jelas Tito.
Ia menilai selisih Rp 18 triliun antara kedua data tersebut masih tergolong wajar, mengingat terdapat 512 pemerintah daerah di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 38 provinsi, 98 kota, dan 416 kabupaten.
“Rp 18 triliun dalam waktu satu bulan berbeda itu sangat mungkin sekali,” ucapnya.
Temuan Kesalahan Input di Bank Pembangunan Daerah
Selain faktor waktu, Tito juga mengungkapkan adanya kesalahan input data oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang menyebabkan ketidaksesuaian laporan simpanan dana Pemda di BI.
Ia mencontohkan kasus di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, di mana BI mencatat dana simpanan daerah sebesar Rp 5,1 triliun. Namun, setelah diverifikasi, angka tersebut tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
“Anggaran Kota Banjarbaru hanya Rp 1,6 triliun, sisa Rp 800 miliar, kok bisa tercatat Rp 5,1 triliun? Ternyata peng-input dari BPD Kalsel keliru, dana milik provinsi ikut dimasukkan sebagai milik Kota Banjarbaru,” jelas Tito.
Menurutnya, kejadian serupa juga ditemukan di beberapa daerah lain dan menjadi bahan evaluasi bersama antara Kemendagri, Kementerian Keuangan, BI, dan pemerintah daerah agar sistem pelaporan keuangan daerah lebih akurat dan transparan.
Selisih Data Bukan Indikasi Penumpukan Dana
Menanggapi kritik Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai penumpukan dana Pemda sebesar Rp 233,97 triliun, Tito menegaskan bahwa angka tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi terkini.
“Dana itu sebagian besar sudah dibelanjakan. Jadi bukan berarti uangnya mengendap, hanya saja waktu pencatatannya berbeda,” tegasnya.
Ia memastikan Kemendagri akan terus berkoordinasi dengan BI dan Kemenkeu untuk menyinkronkan data simpanan Pemda secara berkala, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di publik maupun antarinstansi. (*)






