Jakarta (20/2/2021): Mantan bomber Persib Bandung periode 2013-2014 dan 2016-2017, Sergio van Dijk, baru-baru ini menceritakan pengalamannya main di Indonesia kepada media Belanda, VI.com (21/1/2021). Bagian dari ceritanya adalah saat bertandang ke Papua dirinya merasa seperti dalam film Indiana Jones.
“Saya ingat ketika kami melalui perjalanan tandang ke Papua. Klub tersebut bermain seperti di tengah hutan. Lalu, kami terbang dengan pesawat kecil, seperti yang ada di film Indiana Jones,” ungkap Van Dijk. “Sepertinya itu berada di sebuah desa yang penduduknya hanya berkisar seribuan. Saat kami datang, bandara dibersihkan. Sebab, setelah kami mendarat, ada sepeda motor, lalu sepeda, bahkan kambing ada di sisi-sisinya”.
Sayang Van Dijk tak menjelaskan jenis pesawatnya. Bisa saja Pilatus atau lainnya jika mengacu kepada jenis pesawat kecil. Namun seorang wartawan senior, yang sekarang memilih menjadi penulis, punya pengalaman serupa Van Dijk. “Iya bener…seperti di film Indiana Jones,” kata Te’i Otrapus, sang penulis itu. Indiana Jones muncul pertama kali di film tahun 1981 yaitu Raiders of the Lost Ark yang diperani Harrison Ford. Aktor ini kembali main dalam India Jones 5 yang diproduksi oleh Lucasfilm dan akan dirilis pada Juli 2022 nanti.
Dua tahun yang lalu Otrapus menjajal penerbangan perintis Susi Air dari Bandara Tanah Merah ke Bandara Manggelum PP. Bandara Tanah Merah berada di Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel, sedangkan Bandara Manggelum berada di Distrik Manggelum, juga di Kabupaten Boven Digoel. “Saat itu penerbangan pakai Pilatus karena runway Bandara Manggelum masih rumput. Landasan pacu beraspal masih dibangun,” cerita Otrapus.
Pertama naik Pilatus, lanjut Otrapus, cukup mendebarkan. Saat awal terbang dari Tanah Merah biasa saja. Tetapi menjelang mendarat di Bandara Manggelum, pesawat terasa meliuk-liuk di antara pepohonan dan celah bukit. “Bayangkan saja jika sayap menghantam pohon,” katanya. Tapi yang bikin tenang, sang pilot yang bule itu sudah menguasai medan. Pilot tahu persis kapan pesawat harus miring, kapan berjalan normal. Lagi pula, sebelum berangkat pilot asal Norwegia itu rajin memeriksa kondisi pesawat.
Meliuk-liuk juga dialami oleh Indrie, wartawati yang rajin meliput penerbangan perintis, saat terbang dari Wamena ke Enggolok. Pengalaman ini dialaminya sekitar dua tahun lalu. Lapangan terbang Enggolok berada di Kampung Kurayaya, Distrik Trikora, Kabupaten Jayawijaya. Empat tahun lalu Kemenhub melakukan uji kelayakan lapter Enggolok menggunakan Pilatus milik maskapai AMA.
Penerbangan dari Wamena menuju Enggolok hanya ditempuh dalam waktu 23 menit saja. Namun sangat menegangkan, karena itu pertama kalinya terbang bersama Pilatus di langit Papua. Bayangkan saja, pesawat berukuran kecil itu terbang di antara gunung batu di sebelah kirinya dan Gunung Cartensz di sebelah kanannya, lalu di bawahnya sebuah lembah. Kalau tiba-tiba datang angin kencang menghantam pesawat itu bagaimana?
“Berbagai pertanyaan seperti itu terus muncul selama penerbangan yang menguji adrenalin dan sensasional. Namun pnerbangan berjalan aman hingga landing di Lapter Enggolok, kami disambut warga yang tinggal di sisi lapter tersebut . Tidak lama, hanya sekitar 10 menit saja kami di Enggolok lalu kembali terbang ke Wamena,” ujar Indrie.
Meskipun terdapat banyak bandara di Papua, namun tidak semuanya memiliki landasan pacu yang dapat didarati pesawat jenis Boeing 737 Series atau ATR-72. Di Papua, banyak bandara dan lapangan terbang yang landasan pacunya masih tanah atau pun rumput dan panjangnya juga sangat terbatas, sehingga hanya dapat didarati pesawat kecil atau yang dikenal dengan sebutan pesawat capung.
Pesawat Pilatus adalah yang paling banyak menerbangi wilayah pedalaman Papua dan mendarat di landasan pacu yang belum beraspal. Pesawat ini tidak hanya mengangkut penumpang, tetapi juga kargo.
Pilatus PC-6 Porter adalah sebuah pesawat sipil sayap tinggi (high wing) yang dibangun oleh Pilatus Aircraft dari Swiss. Pesawat ini mempunyai kemampuan STOL ( Short Take Off and Landing ) dan juga bisa terbang dengan kecepatan rendah. Pilatus Porter dirancang untuk berbagai keperluan, terbang pertama kali pada tgl 4 Mei 1959. PC-6 Pilatus Porter dikenal ketangguhannya di medan berat, seperti runway tanah, kemampuan takeoff pendek dan mendarat di berbagai jenis permukaan. Karena itulah PC-6 Pilatus Porter mendapatkan reputasinya.
Salah satu pencapaian PC-6 Pilatus Porter adalah mengangkut kargo dan penumpang dengan kapasitas maksimum di ketinggian 5.700 meter di atas permukaan laut. Pilatus mengklaim rekor itu belum bisa diungguli hingga kini.
Sigit Buntara, Kepala Bandara Ayawasi yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bandara Kamur di Distrik Pantai Kasuari, Kabupaten Asmat, Papua, mengatakan bahwa naik pesawat besar atau pun kecil rasanya dan resikonya sama saja. Yang penting sebelum terbang adalah berdoa terlebih dahulu. Karena semua pesawat itu aman dan nyaman.
“Pertama kali naik pesawat Pilatus itu akhir tahun 2017 saat ditugaskan di Bandara Kamur. Buat saya, yang namanya naik pesawat, sama saja rasanya,” ujarnya.
Sedangkan menurut Sarif Hidayat, Kepala Bandara Senggeh, bahwa ia belum pernah naik pesawat Pilatus, namun ia pernah menumpangi pesawat yang ukurannya sama seperti Pilatus. Menurut Sarif, naik pesawat jenis dan ukuran tersebut lebih sensasional.
“Kalau Pilatus belum pernah. Tapi yang jenis dan ukurannya seperti Pilatus, pernah. Rasanya dag dig dug, seperti uji nyali, tapi aman kok,” tutur Sarif. (*)