Budaya Korea Semakin Menjamur: Fenomena Hallyu di Era Globalisasi

Bagikan

Budaya Korea Semakin Menjamur: Fenomena Hallyu di Era Globalisasi
Ilustrasi Budaya Korea Semakin Menjamur, Foto: Istimewa

Jakarta, Nusantara Info: Di tengah derasnya arus globalisasi, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, dihadapkan pada berbagai pengaruh budaya asing. Salah satu yang paling dominan dalam satu dekade terakhir adalah budaya Korea Selatan yang semakin menjamur dan menyusup ke berbagai lapisan masyarakat serta perlahan menggeser perhatian publik dari budaya lokal yang kaya dan beragam.

Fenomena ini dikenal dengan istilah Hallyu atau Korean Wave, yang mencakup musik K-pop, drama Korea (K-drama), fashion, makanan, hingga produk kecantikan.

Ketertarikan terhadap budaya Korea memang tidak bisa dipungkiri. Lagu-lagu K-pop merajai tangga lagu, serial drama Korea menempati urutan teratas di platform streaming, dan gaya hidup ala Korea menjadi panutan dalam berpakaian, berbicara, hingga cara bersosialisasi. Namun di balik euforia tersebut, terjadi pengikisan perlahan terhadap budaya lokal yang seharusnya menjadi identitas utama bangsa.

Budaya lokal seperti tari tradisional, musik daerah, bahasa ibu, dan pakaian adat kian terpinggirkan. Banyak remaja yang lebih hafal nama-nama idol Korea daripada tokoh-tokoh budaya nasional. Bahasa Korea populer digunakan di media sosial, sementara bahasa daerah mulai ditinggalkan bahkan dilupakan. Musik-musik tradisional jarang terdengar di ruang publik, kalah gaung oleh dentuman irama K-pop yang mendunia.

Ini bukan semata-mata soal selera hiburan. Ini adalah soal identitas. Ketika budaya lokal tidak lagi menjadi bagian dari keseharian, maka akan sulit bagi generasi mendatang untuk mengenal, apalagi melestarikannya. Indonesia memiliki ribuan kebudayaan yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, namun tanpa dukungan, minat, dan inovasi, budaya itu hanya akan menjadi kenangan di buku sejarah.

Penting untuk dicatat: menyukai budaya Korea bukanlah kesalahan. Justru, keterbukaan terhadap budaya asing adalah bagian dari dinamika dunia modern. Tapi keterbukaan itu harus dibarengi dengan kesadaran untuk mencintai dan melestarikan budaya sendiri. Jangan sampai kita kehilangan jati diri karena terlalu larut dalam budaya luar.

Baca Juga :  Yuk, Daftar Sekarang! Kemenhub Sediakan 3.500 Tiket Bus Gratis untuk Mudik Nataru 2024/2025

Pemerintah, media, lembaga pendidikan, serta pelaku seni dan budaya perlu bekerja sama dalam memperkuat eksistensi budaya lokal. Ini bisa dilakukan dengan cara:

  • Menyajikan budaya lokal dalam format yang lebih modern dan menarik bagi generasi muda.
  • Memberikan ruang promosi yang lebih luas bagi seniman dan produk budaya Nusantara.
  • Mendorong kolaborasi antara unsur budaya lokal dan tren global agar tidak kehilangan relevansi.

Di sisi lain, peran orang tua dan pendidikan sangat penting dalam menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri sejak dini. Jangan sampai kita hanya menjadi konsumen budaya asing, tapi lupa menjadi pelestari budaya bangsa.

Sebagaimana pepatah lama berkata, “Tak kenal maka tak sayang.” Mari kenalkan kembali budaya lokal kita, agar generasi muda tidak hanya mengenal dunia, tetapi juga mengenal dan mencintai akar budayanya sendiri. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait