
Jatinangor, Nusantara Info: Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Agus Fatoni menekankan pentingnya pemahaman regulasi dan keberanian kepala daerah dalam mengambil keputusan cepat dan tepat di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Hal tersebut disampaikan Fatoni saat memberikan materi kepada para Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi, kabupaten, dan kota se-Indonesia dalam kegiatan Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah Tahun 2025, yang berlangsung di Balairung Rudini, Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).
Rapat koordinasi ini digelar untuk memperkuat sinergi antara Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar perencanaan dan penganggaran tahun 2026 berjalan efektif, efisien, dan sejalan dengan program prioritas nasional. Forum ini juga menjadi momentum strategis dalam menyamakan persepsi dan memperkuat koordinasi lintas pemerintahan menghadapi dinamika fiskal serta tantangan pembangunan ke depan.
Dalam arahannya, Fatoni menegaskan bahwa kepala daerah memiliki peran penting sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan menyerahkan kewenangan pengelolaan keuangan daerah kepada Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Maka kepala daerah memiliki kewenangan besar yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat,” ujarnya.
Fatoni juga menekankan peran strategis Sekda dan Bappeda dalam mengarahkan kebijakan daerah. Menurutnya, keduanya adalah aktor kunci dalam memastikan pengelolaan keuangan dan perencanaan pembangunan berjalan sesuai regulasi, efektif, serta berorientasi pada hasil nyata bagi masyarakat.
Selain itu, ia juga membahas sejumlah isu strategis yang kerap menjadi perdebatan, seperti pergeseran anggaran, penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT), serta kewenangan kepala daerah dalam kondisi darurat. Ia menegaskan bahwa regulasi memberikan ruang bagi kepala daerah untuk bertindak cepat dalam situasi tertentu tanpa harus menunggu mekanisme formal yang berlarut.
“Kepala daerah berwenang mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan masyarakat. Negara tidak boleh berhenti hanya karena alasan belum ada anggaran, negara harus hadir,” ungkap Fatoni.
Fatoni juga meluruskan persepsi publik bahwa BTT hanya digunakan untuk bencana alam. Ia menegaskan bahwa BTT juga dapat dipakai untuk kebutuhan mendesak lain yang memengaruhi pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
“BTT dapat digunakan untuk bencana sosial, gangguan pelayanan publik, kerusakan sarana dan prasarana, hingga kebutuhan dasar masyarakat yang sangat mendesak. Tidak perlu menunggu surat edaran, karena dasar hukumnya sudah jelas,” jelasnya.
Jika alokasi BTT tidak mencukupi, lanjutnya, pemerintah daerah bisa memanfaatkan sumber lain seperti sisa lelang, sisa kegiatan, atau kas daerah, selama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih jauh, Fatoni mengingatkan pentingnya sinkronisasi antara program pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan kebijakan berjalan efektif dan berkesinambungan. Ia mendorong seluruh Sekda dan Kepala Bappeda agar terus memperkuat koordinasi lintas level pemerintahan.
“Mari kita terus mengikuti kebijakan pusat, memahami regulasi, dan menjaga koordinasi agar program daerah selaras dengan kebijakan nasional. Dengan begitu, kebijakan yang kita jalankan benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” pesan Fatoni.
Melalui kegiatan ini, Kemendagri berharap terwujud pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel, adaptif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sekaligus memperkuat sinergi pusat dan daerah dalam mendukung prioritas pembangunan nasional. (ADV)
 
									





