
Afganistan, Nusantara Info: Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,3 mengguncang wilayah Afganistan utara pada Senin (3/11/2025) dini hari waktu setempat. Guncangan kuat terasa di sekitar Mazar-i-Sharif, ibu kota Provinsi Balkh, dan menyebabkan sedikitnya 10 orang tewas serta lebih dari 260 lainnya luka-luka.
Menurut laporan Reuters, data korban terus bertambah seiring proses evakuasi yang masih berlangsung di wilayah terdampak. Badan Manajemen Bencana Nasional Afganistan melalui platform X (Twitter) mengonfirmasi laporan korban jiwa, sementara media lokal Radio Hurriyat Pashto melaporkan jumlah kematian yang lebih tinggi, yakni 20 orang di Provinsi Samagan dan 19 orang di distrik Kholm.
“Jumlah korban kemungkinan masih akan meningkat karena banyak warga yang tertimbun reruntuhan,” tulis Radio Hurriyat di platform X.
Pusat Gempa Dekat Mazar-i-Sharif
Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (US Geological Survey/USGS), pusat gempa berada sekitar 22 kilometer dari Kholm, di dekat Mazar-i-Sharif, dengan kedalaman 28 kilometer.
Guncangan terjadi sekitar pukul 01.00 dini hari waktu setempat (20.30 GMT).
Wilayah Kholm diketahui berpenduduk sekitar 65.000 jiwa, sementara Mazar-i-Sharif merupakan kota terbesar kelima di Afganistan dengan populasi mencapai lebih dari 500 ribu orang.
Kantor berita AFP melaporkan bahwa banyak warga panik dan berlarian keluar rumah tengah malam karena khawatir bangunan mereka roboh akibat guncangan kuat.
USGS mengeluarkan peringatan oranye melalui sistem otomatis PAGER, yang mengindikasikan kemungkinan kerusakan infrastruktur besar dan korban jiwa signifikan.
Gempa ini juga memicu kekhawatiran terulangnya tragedi serupa yang melanda wilayah timur Afganistan dua bulan lalu, ketika gempa magnitudo 6,0 menewaskan lebih dari 2.200 orang.
Mengapa Afganistan Rawan Gempa?
Afganistan termasuk salah satu wilayah paling rawan gempa di Asia Tengah. Negara ini berada di zona pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan India, khususnya di sepanjang Pegunungan Hindu Kush, yang dikenal aktif secara seismik.
Menurut Reuters, setiap tahun rata-rata 560 orang meninggal akibat gempa bumi di Afganistan, dengan kerugian ekonomi mencapai sekitar 80 juta dolar AS (setara Rp1,27 triliun).
Sejak tahun 1990, lebih dari 350 gempa berkekuatan di atas magnitudo 5,0 telah tercatat mengguncang negara tersebut.
Keterbatasan Infrastruktur Hambat Evakuasi
Upaya penyelamatan di wilayah terdampak kerap terhambat oleh infrastruktur yang minim dan jaringan komunikasi yang buruk, terutama di kawasan pegunungan.
Banyak rumah di Afganistan masih dibangun dari batu bata lumpur, yang mudah hancur saat gempa terjadi, sehingga memperparah jumlah korban dan tingkat kerusakan.
Selain bencana alam, Afganistan juga tengah menghadapi krisis kemanusiaan lainnya, seperti kekeringan parah, keterbatasan bantuan kemanusiaan, dan arus pengungsi yang kembali dari negara-negara tetangga, menurut laporan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) pada September lalu.
Meski otoritas lokal terus melakukan evakuasi, komunitas internasional diharapkan turut memberikan bantuan logistik dan medis. Banyak warga kini tinggal di luar rumah karena takut gempa susulan.
Hingga Senin malam waktu setempat, tim penyelamat masih menyisir reruntuhan bangunan di beberapa distrik, sementara jumlah korban diperkirakan terus bertambah. (*)






