Jakarta (10/10/2023): Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pemerintahan Desa (Pemdes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), meminta aparatur desa memiliki data riil tentang desanya agar tata kelola dan perencanaan pembangunan lebih terarah, efektif, dan efisien.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pemdes Eko Prasetyanto Purnomo Putro dalam acara Pelatihan Aparatur Desa di Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (10/10/2023). Kegiatan pelatihan ini merupakan bagian dari Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD). Dalam pelatihan ini, juga turut dihadiri Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Akmal Malik.
Dalam kegiatan tersebut, Dirjen Eko mengingatkan jangan sampai aparatur desa merencanakan pembangunan tidak berdasarkan data, melainkan menggunakan angka-angka yang dikarang di belakang meja.
“Sehingga yang terjadi efek domino, seperti lempar batu di pegunungan salju, kecil jadi besar. Di desa ini demikian juga kalau bapak karang angka-angka,” ujarnya.
Menurut Dirjen Eko, data sangat penting untuk tata kelola keuangan desa. Tanpa data riil, maka tata kelola keuangan desa tidak optimal sehingga kualitas belanja desa buruk.
“Satu desa dengan yang lain beda, jangan ikut-ikutan. Tetangga desa bikin jembatan, kita bikin jembatan. Tetangga bikin jalan, kita bikin jalan. Padahal, kebutuhan kita bukan itu,” paparnya.
Terkait data desa, sambung Eko, Ditjen Bina Pemdes Kemendagri sudah memiliki aplikasi Profil Desa dan Kelurahan (Prodeskel) yang selalu diperbarui. Oleh karena itu, ia mengajak semua aparatur desa untuk mengisi prodeskel dengan data yang akurat.
“Mari sama-sama dari Sabang sampai Merauke berlomba-lomba bangun data yang riil. Ini kesempatan kita. Tidak semua orang bisa jadi kepala desa, tapi bagaimana yang terpilih ini menjadi kesempatan,” katanya.
Sementara itu, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik menekankan, kunci membangun desa adalah konsistensi atau berkelanjutan. Salah satu bentuk konsistensi tersebut adalah dengan menyediakan satu data terpadu.
Pentingnya keberadaan satu data terpadu untuk Indonesia ini diatur dalam Perpres No 39/2019 tentang Kebijakan Satu Data Indonesia. “Setiap sistem harus ada satu data. Apakah desa punya satu data? Yang bisa jadi satu data untuk kecamatan, kabupaten, provinsi, dan Indonesia,” tuturnya.
Akmal menambahkan, selama 78 tahun merdeka, Indonesia belum merdeka soal data. Data sampai saat ini masih terpecah belah. “Kita selalu ribut soal data, sehingga yang terjadi inefektif dan inefisiensi,” pungkasnya. (*)