
Papua, Nusantara Info: Di tanah Papua, di antara rawa-rawa yang hijau dan aliran sungai yang tenang, tersimpan sebuah kisah tua yang diwariskan turun-temurun. Legenda ini bukan sekadar dongeng, melainkan bagian dari jati diri Suku Asmat, salah satu suku terbesar dan paling dikenal di dunia.
Menurut kepercayaan masyarakat Asmat, kehidupan manusia bermula dari seorang Dewa bernama Fumeripitsy. Dikisahkan, sang Dewa turun dari langit dan memulai perjalanan panjangnya dari ufuk barat matahari terbenam. Dalam petualangan itu, ia harus bertarung dengan seekor buaya raksasa. Meski berhasil menang, Fumeripitsy terluka parah dan terdampar di tepian sungai.
Seekor burung flamingo berhati mulia datang menolong dan merawatnya hingga sembuh. Sebagai ungkapan rasa syukur, Fumeripitsy mengukir dua patung indah dari kayu dan menciptakan genderang yang suaranya menggema di hutan Papua.
Saat genderang itu ditabuh dan ia menari dengan semangat kehidupan, kedua patung itu hidup dan menari bersamanya menjadi pasangan manusia pertama, leluhur suku Asmat.
Dua Dunia Asmat: Pesisir dan Pedalaman
Kini, masyarakat Asmat terbagi menjadi dua kelompok besar: mereka yang tinggal di pesisir pantai Laut Arafura, dan mereka yang hidup di pedalaman hutan rawa.
- Suku pesisir dikenal sebagai nelayan tangguh,
- Sedangkan suku pedalaman hidup sebagai pemburu dan petani kebun.
Meskipun berbeda cara hidup, keduanya memiliki ikatan kuat terhadap alam dan leluhur. Ciri khas fisik mereka, yakni kulit gelap, rambut keriting, dan tubuh tinggi tegap menggambarkan keturunan yang masih dekat dengan rumpun Polynesia.
Ukiran yang Menyimpan Jiwa Leluhur
Tak ada suku di Indonesia yang begitu identik dengan seni ukir seperti Asmat. Setiap ukiran mereka bukan sekadar hiasan, melainkan kisah hidup yang diabadikan dalam bentuk kayu. Motifnya menceritakan perjuangan leluhur, alam semesta, hingga hubungan spiritual manusia dengan arwah penjaga.
Tidak heran, karya ukir Asmat kini mendunia. Banyak hasil seni mereka menghiasi museum di luar negeri, menjadi simbol keindahan dan kedalaman spiritual masyarakat Papua.
Jew: Rumah Para Pemuda dan Pusat Kehidupan Sosial
Bagi masyarakat Asmat, rumah adat “Jew” memiliki peran penting dalam kehidupan sosial. Jew menjadi tempat berkumpulnya para pria yang belum menikah, tempat berdiskusi, berlatih, dan mempersiapkan diri menjadi bagian dari masyarakat dewasa.
Mendirikan Jew bukan hal biasa, ada upacara adat khusus yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam. Dalam setiap Jew, terukir nilai-nilai kebersamaan, kedewasaan, dan tanggung jawab sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Asmat.
Tradisi yang Hidup di Tengah Modernisasi
Meski pengaruh dunia modern mulai terasa, Suku Asmat tetap teguh menjaga tradisinya. Tarian, nyanyian, dan upacara adat masih menjadi bagian penting dari kehidupan mereka.
Saat musim panen tiba, atau ketika menyambut tamu kehormatan, dentuman genderang dan nyanyian magis masih menggema di kampung-kampung Asmat.
Warisan budaya yang mereka jaga bukan hanya milik Papua, tetapi juga bagian dari warisan kebudayaan Indonesia dan dunia. Kisah Dewa Fumeripitsy mengajarkan bahwa kehidupan bermula dari ciptaan, dari seni, dari semangat, dan dari rasa syukur terhadap alam semesta. (*)






