Tersibuk di Jakarta, Begini Sejarah Panjang Stasiun Manggarai

Bagikan

Tersibuk di Jakarta, Begini Sejarah Panjang Stasiun Manggarai
Kesibukan Penumpang di Stasiun Manggarai Foto: Istimewa

Jakarta (12/10/2021): Bagi masyarakat Jabodetabek, yang sering berpergian menggunakan KRL Commuter Line pastinya sudah tidak asing lagi dengan Stasiun Manggarai yang saat ini menjadi stasiun dengan lalu lintas kereta api tersibuk di Indonesia.

Stasiun Manggarai merupakan stasiun kereta api Indonesia kelas besar tipe A yang terletak di Manggarai, Jakarta Selatan. Stasiun Manggarai melayani perhentian KRL Commuter Line tujuan Jakarta Kota, Jatinegara, Tanah Abang, Depok, Bogor, Bekasi, Dipo KRL Bukit Duri, Pengawas Urusan Kereta, dan Balai Yasa Manggarai, serta melayani lintasan KA Bandara Soekarno Hatta.

Stasiun Manggarai kini menjadi salah satu stasiun terbesar di Jakarta. Namun di balik kemegahan dan kesibukan stasiun ini tersimpan sejarah panjang. Bahkan banyak tersiar cerita mistis di stasiun tersebut. Seperti apa sejarahnya? Berikut ulasannya.

Tersibuk di Jakarta, Begini Sejarah Panjang Stasiun Manggarai
Stasiun Manggarai Tempo Dulu, Foto: Heritage.kai.id

Dikutip dari laman heritage.kai.id, wilayah Manggarai di Batavia (Jakarta) sudah dikenal sejak abad ke-17. Daerah ini awalnya merupakan tempat tinggal dan pasar budal asal Manggarai, Flores. Wilayah yang masuk Gementee Meester Cornelis ini pun kemudian berkembang menjadi sebuah kampung. Kereta api yang melintasi wilayah ini awalnya dibangun oleh perusahaan swasta Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan lintasan Jakarta – Buitenzorg (Bogor). Sebagai tempat pemberhentian, maka dibangun Stasiun Bukit Duri yang kini menjadi Depo KRL.

Pada tahun 1913 perusahaan kereta api negara, Staatssporwegen (SS) menguasai jaringan kereta api di Jakarta setelah membeli jalur Jakarta – Bekasi milik Bataviaasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS) tahun 1899 dan Jakarta – Bogor milik NISM tahun 1913. Setelah itu, SS melakukan penataan ulang jalur kereta api di Jakarta, salah satunya adalah pembongkaran Stasiun Boekit Doeri eks-NISM dan membangun Stasiun Manggarai.

Baca Juga :  Jadi Pelabuhan Lintas Batas Indonesia – Malaysia, Alur Pelayaran di Pelabuhan Nunukan Segera Ditetapkan
Tersibuk di Jakarta, Begini Sejarah Panjang Stasiun Manggarai
Kesibukan Stasiun Manggarai Tahun 1951, Foto: Heritage.kai,id

Pembangunan Stasiun Manggarai dimulai tahun 1914 yang dipimpin oleh arsitek Belanda bernama J. Van Gendt. Selain stasiun, juga dibangun balai yasa dan rumah-rumah dinas pegawai SS. Pada 1 Mei 1918, Stasiun Manggarai diresmikan. Sebenarnya pada waktu peresmian masih jauh dari selesai, karena sang arsitek, Van Gendt merancang tiang peron berbahan baja. Namun karena saat itu Perang Dunia I sedang bergejolak, pasokan baja dari Eropa pun tidak datang, sehingga menggunakan kayu jati sebagai pengganti tiang peron.

Bertepatan ulang tahun SS ke-50, perusahaan ini mengoperasikan kereta listrik pertama kali dengan lintasan Jakarta – Tanjung Priok. SS melanjutkan proyek elektrifikasi sampai Stasiun Manggarai yang rampung pada 1 Mei 1927.

Tersibuk di Jakarta, Begini Sejarah Panjang Stasiun Manggarai
Jenderal Besar Soedirman Tiba di Stasiun Manggarai, Foto: Heritage.kai,id

Stasiun Manggarai memiliki nilai historis yang tinggi. Stasiun ini adalah stasiun awal keberangkatan pemindahan ibu kota sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Segala persiapan rahasia untuk perjalanan Presiden dan Wakil Presiden pun dilakukan di stasiun ini.

Jenderal Besar Soedirman pun pernah singgah di Stasiun Manggarai dalam rangka menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta. Kedatangan Jenderal Besar Soedirman dan rombongan di Stasiun Manggarai pada 1 November 1946 disambut sorak sorai oleh rakyat Indonesia.

Selain sebagai stasiun tersibuk, Stasiun Manggarai juga telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan nomor registrasi RNCB: 19990112.04.000470 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 011/M/1999 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0. 475 Tahun 1993. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait