Omzet Pedagang Thrifting Pasar Senen Anjlok Imbas Larangan Impor Pakaian Bekas

Bagikan

Omzet Pedagang Thrifting Pasar Senen Anjlok Imbas Larangan Impor Pakaian Bekas
Suasana Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat, terlihat sepi pengunjung. Pedagang pakaian bekas mengaku mengalami penurunan omzet drastis sejak pemerintah memperketat impor bal pakaian bekas, meski mereka tetap berusaha bertahan dengan stok yang ada. (Foto: Nusantara Info/Sari Noviyanti)

Jakarta, Nusantara Info: Suara pedagang yang menawarkan jaket, celana, topi, dan kaos bekas masih terdengar di lorong sempit Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat, meski pengunjung kini jauh lebih sepi. Sejak pemerintah memperketat impor bal pakaian bekas (balpres), kawasan yang dikenal sebagai ikon thrifting ini mulai terdampak, terutama pada pendapatan para pedagang.

Kebijakan ini digagas Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang menekankan bahwa pelanggaran tidak lagi langsung dipidana, melainkan dikenai denda administratif.

“Selama ini barang dimusnahkan, negara malah keluar biaya. Jadi nanti bisa denda orangnya,” ujar Purbaya di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Ia menegaskan bahwa tujuan kebijakan bukan menutup Pasar Senen, melainkan untuk melindungi industri tekstil nasional dan mendorong pelaku UMKM lokal.

“Bukan mau menutup Pasar Senen. Nanti kan bisa diisi dengan produk-produk dalam negeri,” tegas Purbaya.

Kebijakan ini juga bertujuan mendorong pedagang mengisi pasar dengan produk-produk lokal, sehingga tercipta ekosistem perdagangan pakaian yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Omzet Pedagang Turun Drastis

Dedi Suryadi, pedagang thrifting yang telah berjualan selama tujuh tahun di Blok III Pasar Senen, mengungkapkan penurunan pendapatan yang signifikan sejak wacana pelarangan impor balpres muncul.

“Biasanya omzet satu hari bisa mencapai Rp4 juta. Tapi sekarang, omzet cuma lima ratus ribu sampai dua juta rupiah per hari, itupun kalau sedang ramai,” kata Dedi kepada Nusantara Info, Selasa (11/11/2025).

Kondisi ini diperparah karena stok pakaian bekas dari negara Asia Timur menipis. Salah satunya adalah dari negara Cina. Kapal yang biasanya membawa barang dari Cina ke Indonesia melalui pelabuhan Batam kini tidak lagi diperbolehkan membongkar muatan.

“Sekarang yang bisa dijual sisa stok yang ada saja, karena kapal yang biasanya bawa barang sudah tidak boleh masuk,” jelas Dedi.

Baca Juga :  Menkumham Tekankan Pentingnya Literasi Keagamaan Lintas Budaya

Distribusi dan Proses Barang Thrifting

Dedi menjelaskan, pedagang thrifting biasanya mendapatkan barang dari gudang besar di Bandung, yang menerima bal pakaian bekas dari Cina. Di sana, pakaian dibongkar, disortir, dan dikemas ulang sebelum didistribusikan ke Jakarta, termasuk Pasar Senen.

  • Satu bal pakaian berisi 80–100 potong, dengan harga Rp5 juta–Rp8 juta per bal.
  • Barang dijual dengan harga eceran mulai Rp35 ribu hingga Rp60 ribu per potong, tergantung kualitas dan jenis.
  • Sekitar 20 persen barang biasanya rusak, kusam, atau modelnya tidak laku, sehingga pedagang harus pintar memilah agar tidak rugi.

Kekhawatiran Pedagang Kecil

Riko, pedagang kaos bekas dari berbagai brand, menyatakan bahwa banyak pedagang kecil khawatir tidak bisa bertahan jika kebijakan ini terus berlaku.

“Kami hidup dari thrifting. Kalau barang impor enggak boleh masuk, ya bisa tutup semua. Dari mana lagi mau ambil barang?” ungkap Riko.

Selain itu, harga bal kini naik dari Rp5 juta menjadi sekitar Rp7 juta karena stok dari Bandung semakin terbatas. Meski harga naik, pedagang enggan menaikkan harga eceran karena takut kehilangan pembeli, yang sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke bawah. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait