Tangerang (13/10/2023): Selain dikenal sebagai Kota Industri, Tangerang juga dikenal dengan kuliner khasnya, yaitu Laksa, kuliner tradisional yang tercipta lewat perpaduan antara Tionghoa dan Melayu.
Berbeda dengan Laksa kebanyakan seperti Laksa Bogor dan Laksa Betawi, Laksa khas Tangerang ini memiliki keunikan tersendiri.
Jika melihat Laksa Bogor, terdapat kuah kental yang berasal dari potongan oncom dengan campuran ketupat, bihun, tauge panjang, suwiran daging ayam, udang dan telur rebus. Pada Laksa Betawi biasanya berisi telur, tauge pendek, ketupat, daun kemangi, dan kucai. Untuk memperkaya rasa, ada juga yang menambahkan bihun dan perkedel.
Sedangkan pada Laksa Tangerang, terbuat dari mie tepung beras putih yang sudah direbus, kemudian ditaburi daun seledri, dan diberi kuah kuning kental, juga terdapat parutan kelapa yang disangrai dan kacang hijau menjadikan kuliner khas Tangerang tersebut memiliki rasa manis sebagai cita rasa yang khas. Sebagai pelengkap, Laksa Tangerang bisa dipadukan dengan opor ayam, dan telur rebus ataupun tahu.
Selain itu, Laksa Tangerang memiliki dua jenis, yaitu Laksa Nyai dan Laksa Nyonya. Laksa Nyai dibuat oleh kaum pribumi Tangerang, sedangkan Laksa Nyonya dibuat oleh kaum peranakan Cina di Tangerang. Kedua Laksa ini cenderung memiliki rasa yang sama. Laksa Nyai bisa didapatkan di samping POM Bensin Babakan Cikokol, sementara Laksa Nyonya bisa didapatkan di Pasar Lama Kota Tangerang.
Sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan dua Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2023 dari Kota Tangerang, salah satunya adalah kuliner Laksa Tangerang. Penetapan Laksa Tangerang sebagai salah satu WBTB melalui proses yang panjang.
“Ini bukan hal yang kecil, karena proses penetapan harus memiliki kajian mendasar dan beberapa penilaian lain oleh tim Kemendikbudristek,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Kota Tangerang, Rizal Ridolloh.
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa pemilihan Laksa Tangerang sebagai salah satu WBTB dari Kota Tangerang juga melalui hasil riset mendalam dengan melibatkan akademisi, antropolog, arsitek, budayawan, hingga sejarawan. Secara prinsip, Warisan Budaya Tak Benda berbeda dengan cagar budaya.
Selain itu, dipilihnya Laksa sebagai WBTB juga karena memiliki resep dan cita rasa yang berbeda dengan Laksa yang ada di Jakarta, Bogor, Bangka, Malaysia, dan daerah lain.
“Jadi, hal tersebut pun memiliki makan dan filosofi yang menjadikannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda,” kata Rizal. (*)