
Doha, Nusantara Info: Upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata di Gaza kembali mengalami kebuntuan. Dikutip dari Reuters, sumber-sumber Palestina dan Israel yang terlibat dalam negosiasi di Doha mengungkapkan bahwa, pembicaraan terhambat akibat perbedaan pendapat terkait sejauh mana pasukan Israel akan ditarik dari wilayah Gaza.
Negosiasi yang dimediasi secara tidak langsung oleh Amerika Serikat tersebut telah berlangsung selama tujuh hari, dengan fokus pada proposal gencatan senjata selama 60 hari. Namun, hingga Sabtu malam (12/7/2025), belum ada titik temu antara kedua pihak.
Seorang pejabat Israel mengatakan, bahwa pembahasan terus dilakukan sepanjang hari Sabtu, namun belum ada kesepakatan mengenai parameter utama, khususnya terkait kehadiran militer Israel di Gaza. Pihak Palestina menuntut penarikan penuh, sementara Israel hanya bersedia menarik sebagian pasukannya dengan alasan keamanan.
Di tengah situasi negosiasi yang mandek, insiden tragis kembali terjadi. Sedikitnya 17 orang dilaporkan tewas dalam penembakan yang terjadi di dekat pusat distribusi bantuan kemanusiaan di wilayah utara Gaza. Menurut laporan dari petugas medis lokal dan saksi mata, penembakan itu terjadi saat warga sedang mengantre untuk mendapatkan makanan dan obat-obatan.
Belum ada pernyataan resmi dari militer Israel terkait insiden ini. Namun, organisasi kemanusiaan internasional menyampaikan keprihatinan mendalam dan mendesak semua pihak untuk menahan diri serta memastikan keselamatan warga sipil.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mendukung penuh inisiatif gencatan senjata ini, sebelumnya menyatakan harapannya agar ada terobosan dalam waktu dekat. Namun perkembangan terbaru menunjukkan bahwa perdamaian masih jauh dari jangkauan.
Konflik berkepanjangan di Gaza telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan ribuan korban jiwa dan infrastruktur yang hancur. Warga sipil menjadi korban utama, sementara bantuan kemanusiaan sulit disalurkan akibat kondisi keamanan yang tidak menentu.
PBB dan berbagai negara mitra terus menyerukan gencatan senjata segera dan penyaluran bantuan tanpa hambatan, sambil mendorong kedua belah pihak untuk kembali ke meja perundingan dengan komitmen penuh terhadap perdamaian.
Di sisi laitu, seorang saksi mata, Mahmoud Makram, menggambarkan kepada Reuters suasana mencekam saat kejadian.
“Kami sedang duduk di sana, dan tiba-tiba terdengar tembakan ke arah kami. Selama lima menit kami terjebak di bawah tembakan. Penembakan itu terarah, bukan acak. Beberapa orang ditembak di kepala, beberapa di badan, seorang pria di sebelah saya ditembak langsung di jantung,” ujarnya.
“Tidak ada ampun di sana. Orang-orang pergi karena mereka lapar, tetapi mereka mati dan kembali dalam kantong mayat,” sambung Mahmoud. (*)