Whoosh dan Garuda Indonesia Terlilit Utang Ratusan Triliun, Siapa yang Layak Diselamatkan?

Bagikan

Whoosh dan Garuda Indonesia Terlilit Utang Ratusan Triliun, Siapa yang Layak Diselamatkan?
Kereta Cepat Whoosh. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Nusantara Info: Perdebatan mengenai prioritas pemerintah dalam menyelamatkan dua perusahaan transportasi milik negara yang terlilit hutang, yakni Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh dan maskapai Garuda Indonesia, kembali mencuat ke publik.

Keduanya sama-sama menanggung beban utang besar, Whoosh memiliki utang Rp 120 triliun dari Cina dan perusahaan maskapai penerbangan Garuda memiliki hutang Rp 185 triliun dari banyak pihak, namun kondisi fundamental bisnis keduanya dinilai berbeda jauh.

Analis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai perbedaan itu menjadi kunci penting dalam menentukan arah dukungan pemerintah ke depan.

“Kereta Whoosh memiliki kepastian membayar utang mulai 2026 hingga 2085, dengan cicilan Rp2 triliun per tahun. Kepastian ini berdasarkan kinerja layanan Whoosh sejak beroperasi pada 2023,” ujar Azas dalam keterangannya, Minggu (2/11/2025).

Menurutnya, stabilitas pembayaran utang tersebut menjadi alasan China bersedia memperpanjang pelunasan utang hingga 60 tahun ke depan. Hingga Oktober 2025, Whoosh telah melayani 12 juta penumpang, menandakan potensi bisnis yang rasional dan berkelanjutan.

“China menyetujui perpanjangan pembayaran utang Whoosh karena prospek transportasi massal modern ini terlihat menjanjikan,” jelas Azas.

Azas juga menilai, tren peningkatan pengguna Whoosh menunjukkan adanya harapan besar terhadap masa depan bisnis kereta cepat di Indonesia. Saat ini layanan Whoosh baru menjangkau Bandung, namun jika diperluas hingga Surabaya, peluang pertumbuhan penumpang akan meningkat tajam.

“Semakin panjang rute layanan, semakin tinggi jumlah pengguna. Whoosh bisa menjadi alternatif utama masyarakat untuk transportasi publik antara Jakarta dan Surabaya,” imbuhnya.

Garuda Indonesia di Ujung Tanduk

Berbeda dengan Whoosh yang menunjukkan tren positif, kondisi Garuda Indonesia disebut jauh dari aman. Maskapai pelat merah ini masih menghadapi tumpukan utang dan keterbatasan armada.

Baca Juga :  Ini Prediksi Barcelona vs Celta Vigo di La Liga Spanyol Sabtu 19 April 2025

Azas mengungkapkan, saat ini Garuda hanya mampu mengoperasikan sekitar 40 pesawat, jumlah yang sangat minim untuk bersaing di pasar penerbangan internasional.

“Keterbatasan ini terjadi karena sulitnya menambah pesawat. Perusahaan penyewa pesawat ragu memberi utang sewa baru kepada Garuda,” ungkapnya.

Lebih lanjut Azas menjelaskan, dengan adanya krisis kepercayaan dari mitra bisnis semakin memperburuk kondisi Garuda. Utang yang sudah tertunda hingga 30 tahun tanpa mekanisme pembayaran yang jelas membuat para lessor (penyewa pesawat) enggan memberikan dukungan tambahan.

“Tanpa kepercayaan mitra bisnis, usaha penerbangan Garuda bisa perlahan hancur, hingga akhirnya bubar atau bangkrut,” terangnya.

Pemerintah Diminta Fokus pada Bisnis yang Berkelanjutan

Melihat perbedaan kondisi kedua BUMN tersebut, Azas menilai pemerintah perlu memprioritaskan dukungan pada bisnis yang memiliki prospek jangka panjang dan kepastian arus kas, seperti Whoosh.

“Whoosh jelas punya masa depan cerah, sedangkan Garuda masih berkutat pada masalah struktural lama,” tuturnya.

Azas menegaskan, kebijakan penyelamatan BUMN harus berbasis rasionalitas bisnis, bukan semata-mata simbol nasionalisme. Ia berharap pemerintah dapat menilai secara objektif agar dana publik yang digunakan untuk restrukturisasi tidak sia-sia.

“Kita perlu menyelamatkan yang benar-benar bisa tumbuh, bukan hanya menunda kejatuhan,” pungkasnya. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait