Kehadiran Bandar udara Kamur yang terletak di Kampung Kamur, Distrik Pantai Kasuari, Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, tidak hanya sebagai sarana penunjang transportasi masyarakat pedalaman di Kabupaten Asmat saja, tetapi juga memiliki peran peting dalam kehidupan masyarakat dan Pemerintah Daerah setempat.
Meskipun runway di bandara ini hanya sepanjang 600 meter x 18 meter, namun kehadiran bandara yang sudah dilayani oleh penerbangan perintis Susi Air rute Merauke – Kamur – Ewer ( PP ) ini telah membuka keterisoliran masyarakat Distrik Pantai Kasuari yang merupakan salah satu daerah pedalaman di Papua.
Kepala Bandara Kamur, Arief Santoso mengemukakan, bahwa dengan hadirnya transportasi udara di Distrik Pantai Kasuari tidak saja memudahkan akses masyarakat setempat yang ingin keluar masuk daerah tersebut, tetapi juga memudahkan kegiatan kepemerintahan mengingat Ibukota Kabupaten Asmat, yakni Agats, berada cukup jauh dari distrik pantai kasuari.
“Saat ini transportasi resmi yang ada di Distrik Pantai Kasuari, baik penumpang maupun barang yang menghubungkan ke daerah lain hanya moda transportasi udara. Oleh karena itu, kehadiran transportasi udara di Bandara Kamur memiliki peran penting untuk masyarakat karena berbagai kegiatan administrasi dilakukan di Ibukota Kabupaten, yaitu di Agats. Begitu juga terkait koordinasi pengembangan bandara dengan Pemda pun dilakukan di Agats, karena pusat pemerintahan daerah ada disana,” katanya.
Penerbangan subsidi di Bandara Kamur kini dilayani oleh maskapai Susi Air dengan jenis pesawat Cessna Grand Caravan dan frekuensi terbang seminggu dua kali, yaitu setiap hari Rabu dan Jumat. Jenis pesawat ini meningkat jika dibandingkan tahun lalu yang menggunakan pesawat jenis Pilatus. Meskipun Bandara Kamur berada di pedalaman dan memiliki banyak keterbatasan dalam segi fasilitas dan petugas, namun demikian bandara ini melayani tujuh distrik, yaitu Distrik Pantai Kasuari, Distrik Derkomor, Distrik Kopay, Distrik Safan, Distrik Fayid, Distrik Sawi dan Distrik Awuyu. Terkait untuk pengembangan bandara, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan pun telah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan fasilitas, Sumber Daya Manusia dan menyediakan anggaran untuk program pengembangan bandara tersebut.
“Dari tujuh distrik tersebut terdapat 66 kampung yang dilayani oleh Bandara Kamur. Meskipun kami memiliki banyak keterbatasan fasilitas dan Sumber Daya Manusia, namun pelayanan yang kami berikan tetap optimal dan mengutamakan keamanan, keselamatan juga kenyamanan penerbangan tetap menjadi prioritas kami. Terkait pengembangan, program kerja kami juga mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, baik terkait lahan maupun dari segi anggaran,” tambah Kabandara.
Lebih lanjut Arief menjelaskan, tahun 2020 ini, pengelola Bandara Kamur akan melakukan pekerjaan penimbunan tanah guna pembuatan runway strip dan persiapan perpanjangan landas pacu dari dari 600 meter menjadi 700 meter, perbaikan permukaan runway dan apron, pembangunan gedung operasional type 36 sebanyak dua unit serta pemenuhan standar pagar pengaman bandara.
“Untuk pengembangan bandara itu sendiri, Pemeritah Kabupaten Asmat telah membebaskan lahan seluas 14,4 hektar” ujarnya.
Jalur Laut Dua Hari Dua Malam
Bandara Kamur merupakan UPBU Kelas III yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Meskipun bandara ini berada di pedalaman, namun Pemerintah Pusat, yakni Kementerian Perhubungan tetap peduli terhadap pengembangan bandara tersebut.
Selain transportasi udara, dari dan ke Merauke dapat ditempuh melalui jalur laut menggunakan kapal Pelni, yaitu kapal Tatamailau dan Srimau, namun memakan waktu tempuh selama dua hari dua malam dan hanya sampai di Agats saja, lalu dari Agats menuju Pantai Kasuari melanjutkan pernjalanan menggunakan speedboat selama 4 – 5 jam, sedangkan jika menggunakan pesawat Merauke – Kamur hanya memakan waktu tempuh 1 jam 15 menit saja dan Kamur – Ewer dengan pesawat hanya 25 menit.
“Adapun Bandar Udara utama di Kabupaten Asmat adalah Bandara Ewer. Dengan adanya transportasi udara di Distrik Pantai Kasuari memudahkan pergerakan orang menuju Ibukota Kabupaten,” tutur pria yang sudah lima bulan bertugas sebagai Kepala Bandara Kamur.
Bandara Kamur saat ini hanya melayani angkutan penumpang saja, sementara belum ada untuk angkutan kargo. Arief berharap, rute penerbangan di Bandara Kamur untuk rute Ewer – Kamur (PP) dapat ditambah frekuensi penerbangannya.
“Rute yang ada saat ini kan masuk ke Korwil Perintis Merauke, saya berharap Ewer dapat menjadi Korwil Perintis sendiri mengingat penumpang tujuan Kamur – Ewer lebih ramai dibandingkan ke Merauke,” tutur Arief.
Di antara banyaknya bandara di Indonesia, Bandara Kamur adalah satu-satunya bandara yang bangunannya terbuat semi permanen menggunakan papan. Hal ini disebabkan karena topografi daerah ini yang sebagian besarnya dikelilingi oleh sungai. Banyak tantangan yang dihadapi oleh pengelola dalam mengembangkan Bandara Kamur, seperti sulit untuk mendapatkan air bersih meskipun sudah menggali sumur hingga kedalaman dua meter lebih, namun yang didapatkan tetap air asin, listrik yang terbatas hanya dari jam 18.00 – 24.00 saja.
“Listrik baru masuk sekitar awal tahun 2019. Untuk operasional bandara, kami menggunakan genset. Air bersih juga sulit didapatkan, dan hanya mengandalkan air hujan untuk mendapatkan air bersih. Apapun tantangan yang kami hadapi, tidak mengurangi semangat kami mengabdi pada negara melalui sektor transportasi udara,” tutup Arief.