Strategi Baru Ditjen Bina Adwil Dalam Mengintegrasikan Jabodetabekpunjur

Bagikan

Strategi Baru Ditjen Bina Adwil Dalam Mengintegrasikan Jabodetabekpunjur

Jakarta (5/10/2024): Sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN), Metropolitan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur) dalam pelaksanaannya membutuhkan sinergi kerja sama seluruh pemangku kepentingan dari pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota terutama untuk memenuhi pelayan publik. Demikian hal ini disampaikan oleh Plh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Amran dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi Kerjasama di Wilayah Metropolitan Jabodetabekpunjur pada Kamis (3/10/2024) di Hotel Orchardz Industri, Jakarta.

“Pelayanan perkotaan juga harus berkelanjutan, berketahanan, cerdas dan dapat diukur berdasarkan data yang ada, terintegrasi antarsektor dan antarpemangku kepentingan maupun antardaerah, serta direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dengan baik,” ungkap Amran.

Dalam rapat ini turut mengundang Biro Kerjasama Daerah Provinsi DKI Jakarta, Biro Kerjasama Provinsi Jawa Barat, Biro Kerjasama Provinsi Banten, Subdirektorat Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan Antar Daerah dan Pelayanan Umum Kementerian Dalam Negeri, serta Subdirektorat Fasilitasi Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat Kementerian Dalam Negeri.

Pengembangan dan pengelolaan wilayah Jabodetabekpunjur dalam rangka meminimalisir permasalahan antarwilayah, telah diupayakan pengaturannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam hal ini, Kawasan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan sebagai salah satu dari 76 Kawasan Strategis Nasional. Pengaturan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.

Walaupun demikian, dalam implementasinya, peraturan tersebut belum dapat diimplementasikan secara optimal sehingga perlu upaya terus menerus dan terstruktur untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan Jabodetabekpunjur.

Diperlukan juga penguatan dan peningkatan kelembagaan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) pada Provinsi dan Kabupaten/Kota di lingkup Wilayah Metropolitan Jabodetabekpunjur sebagai koordinator dan fasilitator kerja sama daerah dengan merencanakan objek-objek yang akan dikerjasamakan, melaksanakan kerja sama, hingga melaporkan hasil kerja sama daerah.

Baca Juga :  Kementerian PUPR Siapkan Anggaran 90 Miliar untuk Ganti Rugi Lahan yang Terdampak Proyek IKN

“Agar kerja sama Wilayah Metropolitan Jabodetabekpunjur dapat berjalan dengan baik, perlu diintegrasikan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah untuk menjamin prioritas pembangunan yang lebih efektif dan efisien serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran,” pungkas Amran.

Setelah diterbitkannya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait perubahan status Jakarta dari Ibu Kota menjadi Kota Global dan pusat perekonomian nasional pasca pemindahan Ibu Kota ke Nusantara menjadikan Jabodetabekpunjur sebagai wilayah teraglomerasi secara ekonomi yang saling terkait erat satu sama lain sehingga perlu dilakukan sinkronisasi pembangunan antar daerah terutama untuk menangani kemacetan, permasalahan lingkungan (banjir, penurunan muka tanah, penyediaan air minum, dan persampahan).

Seluruh peserta dan pembicara sepakat bahwa pengelolaan Metropolitan Jabodetabekpunjur memerlukan komitmen bersama untuk mengintegrasikan penyelenggaraan penataan ruang antar pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan Kawasan Jabodetabekpunjur.

Peran pengelolaan Kawasan Jabodetabekpunjur menitikberatkan pada 3 unsur, yaitu fungsi koordinasi, keterpaduan antardokumen perencanaan, dan keterpaduan program. Perlu dilakukan percepatan penyelesaian rencana rinci tata ruang dan rencana detail tata ruang sebagai dasar perizinan pemanfaaatan ruang di daerah. Serta perlu penajaman instrumen pengendalian pemanfaatan ruang daerah (perizinan, insentif, dan disinsentif, serta sanksi) untuk meminimalisasi potensi ketidaksinkronan antara rencana dan impelementasi pemanfaatan ruang di kawasan Jabodetabekpunjur. (*)

Bagikan pendapatmu tentang artikel di atas!

Bagikan

Pos terkait