
Berlin, Nusantara Info: Sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa biaya hidup tetap menjadi kecemasan terbesar bagi sebagian besar warga Jerman, meski perang Ukraina masih berlangsung, inflasi menghantui, dan kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan Amerika Serikat. Menariknya, rata-rata tingkat ketakutan umum justru menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Fenomena ini dikenal sebagai “German Angst” – istilah untuk menggambarkan rasa takut yang khas pada masyarakat Jerman: tak berdaya, ragu, penuh kehati-hatian, serta kegemaran berlebihan akan keamanan. Banyak studi tentang ketakutan dilakukan di negeri ini, termasuk riset tahunan Die Ängste der Deutschen 2025 oleh R+V Versicherung. Survei ke-34 ini melibatkan 2.400 responden di seluruh Jerman.
Ketakutan Umum Menurun
Menurut ilmuwan politik Isabelle Borucki dari Universitas Marburg, hasil survei ini bisa menjadi pertanda bahwa masyarakat Jerman sedang menarik napas lega setelah bertahun-tahun dicekam krisis.
“Fokus mereka kini lebih pada di sini dan sekarang, bukan pada masa depan yang menakutkan,” ujarnya.
Meski begitu, kekhawatiran ekonomi, terutama biaya hidup tinggi, tetap mendominasi. Orang-orang tidak lagi merasa seberat sebelumnya, namun masalah finansial tetap menjadi prioritas utama kecemasan.
Untuk ke-15 kalinya, dan dua tahun berturut-turut ketakutan terbesar warga Jerman adalah kenaikan harga kebutuhan hidup sehari-hari. Harga barang di supermarket, pompa bensin, hingga tagihan listrik menjadi indikator utama keresahan publik.
Dari empat ketakutan teratas, tiga di antaranya terkait urusan uang: pajak dan pemotongan tunjangan, serta kenaikan harga properti yang semakin tak terjangkau. Borucki menyebut isu perumahan terjangkau bisa menjadi agenda sosial-politik utama dalam pemilu mendatang.
Migrasi Masih Jadi Sumber Cemas di Timur
Di Jerman Timur, kekhawatiran terhadap pengungsi masih terasa meski data menunjukkan jumlah permohonan suaka menurun hampir 50% pada paruh pertama 2025 menjadi sekitar 73.000 pemohon. Hal ini berkat aturan lebih ketat dan pengawasan perbatasan yang diperkuat oleh koalisi baru CDU-SPD.
Borucki menilai, kecemasan ini lebih terkait identitas sosial dan rasa kebersamaan ketimbang kebijakan imigrasi itu sendiri.
“Narasi tentang pengungsi mudah dipakai sebagai instrumen politik, terutama oleh kelompok populis kanan,” katanya.
Ketakutan Otoritarianisme dan Trump
Meski ketakutan umum menurun, ketakutan terhadap bangkitnya kekuasaan otoriter justru meningkat. Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih disebut sebagai salah satu penyebab. Ketakutan terhadap penguasa otoriter dan kebijakan Trump kini menempati posisi kelima dan keenam dalam survei.
Kepercayaan publik terhadap politik Jerman tetap rendah. Jika diibaratkan nilai rapor sekolah, para politisi hanya mendapat nilai rata-rata D, sedikit membaik dari D- tahun lalu, namun tetap menunjukkan ketidakpuasan mendalam.
Ketakutan Iklim Menurun, Tapi Risiko Tetap Ada
Isu perubahan iklim turun drastis dalam daftar kekhawatiran publik, kini hanya menempati peringkat ke-15 dan ke-16 meski bencana global meningkat. Turunnya perhatian terhadap lingkungan terjadi setelah Partai Hijau tak lagi duduk di pemerintahan.
Namun, Borucki memperingatkan situasi bisa berubah cepat. “Peristiwa besar seperti banjir Ahrtal 2021 bisa kembali menghidupkan kecemasan ini,” katanya.
Menariknya, pada responden muda usia 14–19 tahun, ketakutan terhadap perubahan iklim justru masuk tiga besar.
Ketakutan terhadap perpecahan masyarakat juga berkurang drastis, turun sembilan poin persentase. Masyarakat tampaknya sudah terbiasa hidup di tengah krisis dan konflik publik.
“Ada semacam kelelahan atas polarisasi. Keadaan terbelah dianggap sebagai kondisi permanen,” ujar Borucki.
Meski istilah German Angst tetap relevan, survei ini menunjukkan dinamika baru: ketakutan terbesar warga kini berpusat pada biaya hidup, sementara ketakutan lainnya mulai mereda. Namun, seperti inflasi yang tak kunjung reda atau harga sewa yang terus merangkak, ketakutan bisa saja kembali kapan saja tanpa mengetuk pintu lebih dulu. (*)